Selasa, 29 Juni 2010

Diprotes, Bangunan Tua di Jogja Dijadikan Resto Cepat Saji


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Swadaya Masyarakat Madya yang aktif dalam pelestarian bangunan warisan dan cagar budaya memprotes pembongkaran sebuah bangunan kuno di Jalan Jenderal Sudirman yang rencananya akan dibangun sebuah rumah makan cepat saji.

"Ada bagian bangunan kuno tersebut yang dibongkar untuk kepentingan pembangunan rumah makan cepat saji. Kami meminta agar pembongkaran itu dihentikan sementara waktu sambil menunggu hasil dialog lebih lanjut," kata Ketua LSM Madya Johanes Marbun di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, pihaknya tidak menentang adanya alih fungsi bangunan kuno, namun alih fungsi yang dilakukan tidak harus mengubah kondisi fisik bangunan.

Pihak pembangun, lanjut dia, harus tetap memperhatikan nilai-nilai budaya, sejarah, arsitektur dan ilmu pengetahuan dari setiap bangunan warisan atau cagar budaya yang akan dialihfungsikan.

"Kami bukan hanya ingin menyelamatkan fisik bangunannya saja, tetapi juga nilai-nilai budaya dan kesejarahan yang menyertainya, sehingga masyarakat tidak akan lupa," katanya.

Ia juga menyayangkan, pembongkaran bangunan kuno tersebut sudah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya (DPPWB) Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Dengan adanya pembongkaran ini, kami menilai bahwa pemerintah sepertinya tidak memiliki konsep yang jelas dalam pelestarian bangunan warisan atau cagar budaya," katanya, sambil menyebutkan bahwa tata ruang di kawasan tersebut masuk dalam kawasan cagar budaya Kotabaru.

Gedung di Jalan Jenderal Sudirman tersebut sebelumnya digunakan sebagai kantor pelayanan pelanggan sebuah provider telepon selular namun kemudian kosong sejak Mei 2009.

Sementara itu, Kepala Seksi Pembinaan dan Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta Widyastuti menyatakan, pembongkaran tersebut telah mendapatkan rekomendasi dari DPPWB Dinas Kebudayaan DIY, dengan syarat pembongkaran dan rehabilitasi harus sesuai dengan bentuk aslinya.

"Gedung tersebut belum termasuk dalam bangunan cagar budaya atau warisan budaya. Bangunan itu baru masuk dalam daftar verifikasi calon bangunan warisan budaya Kota Yogyakarta pada tahun ini," katanya.

Sedangkan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya menyatakan belum memperoleh informasi terkait pembongkaran bangunan kuno tersebut dari Dinas Perizinan. "Akan kami koordinasikan dulu dengan Dinas Perizinan tentang masalah ini, sehingga belum dapat berkomentar lebih jauh," lanjutnya.

Ia menyatakan, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW), terdapat pembagian citra kota yang mencerminkan karakter wilayah sesuai dengan bentuk arsitektur bangunan, aktifitas dan fungsi.

"Sampai sekarang rinciannya belum ada. Rencana secara rinci tentang tata ruang kota baru akan kami selesaikan pada 2011," katanya.
sumber:
http://properti.kompas.com/read/2010/06/16/17240549/Diprotes..Bangunan.Tua.di.Jogja.Dijadikan.Resto.Cepat.Saji

Terancam Dibongkar


JOGJA - Terbukti, pengembang selalu mengantongi surat rekomendasi membongkar bangunan itu. ’’Pemerintah, dalam hal ini Pemkot Jogja tak memiliki konsep jelas soal kawasan budaya seperti di Kotagede dan Kotabaru,’’ kata Koordinator Madya Jhohanes Marbun, kemarin (16/6).
Marbun mengatakan, bangunan di Kotabaru yang diklaim sebagai kawasan budaya tak bisa mengalami perubahan. Terutama, pada bentuk arsitektur yang memiliki citra khusus cermin dari budaya di kawasan tersebut pada masa lampau.
’’Masyarakat yang melewati Kotabaru pasti tahu jika kawasan tersebut sebelumnya merupakan kawasan yang ditinggali Belanda. Ini sudah menjadi citra dari kawasan tersebut,’’ tandas arkeolog ini. Ia mengatakan, pembongkaran terhadap bangunan warisan budaya tersebut menjadi indikasi ketiadaan konsep yang jelas.
Dari advokasi yang pernah dilakukan Madya terhadap Mardi Wuto dan bangunan bekas kantor Grapari Telkomsel di Jalan Sudirman, pengembang mengantongi rekomendasi dari Dinas Kebudayaan DIJ.
’’Saya merasa keinginan pemkot melestarikan bangunan-bangunan warisan budaya tidak dikomunikasikan dengan baik dengan instansi pemerintah terkait lain. Ini yang membuat pengembang di kedua bangunan tersebut merasa apa yang dilakukan saat ini tidak melanggar. Malah mendapat restu dari pemerintah,’’ sesalnya.
Kotabaru merupakan sebuah kawasan yang ditetapkan dalam Perda No. 2 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jogja sebagai kawasan budaya. Sesuai perda tersebut, setiap bangunan di kawasan yang arsitekturnya bergaya Eropa itu, jika dipugar harus mengikuti ketentuan yang berlaku.
Seperti telah diketahui, di kawasan Kotabaru ini ada dua bangunan yang dianggap kaum pelestari warisan budaya telah dibongkar. Pertama, terjadi Mei silam di belakang RS Mata Dr Yap atau sering disebut Mardi Wuto. Bangunan yang menjadi cikal bakal pelatihan kaum difabel tunanetra ini tak mampu harus diruntuhkan dan akan diganti dengan pusat perbelanjaan.
Belum usai pro dan kontra Mardi Wuto, satu bangunan yang berumur lebih dari 50 tahun yakni bekas kantor Grapari Telkomsel juga akan dibongkar. Senin lalu (14/6), Madya bersama pemerhati warisan budaya melakukan negosiasi dengan pengembang. Hasilnya, aktivitas pembongkaran diberhentikan sementara sambil menunggu diskusi dengan seluruh kaum pemerhati budaya dan pemerintah.
’’Sebenarnya masih ada salah satu bangunan yang juga menjadi warisan budaya di Jalan Mas Suharto No. 46 yang dibongkar,’’ imbuhnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Jogja Aman Yuriadjaya mengakui Kotabaru masuk sebagai kawasan budaya yang disahkan di Perda RTRW. Hanya, belum ada ketentuan soal pembongkaran sebuah bangunan. Detailnya masih dibahas di DPRD Kota Jogja dan eksekutif untuk disahkan menjadi perda.
’’Hal tersebut sedang kami kaji yang melibatkan pemangku kepentingan di sana dalam Raperda Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK). Prosesnya sudah mencapai 50 persen. Termasuk kajian terhadap kawasan Kotabaru,’’ ujar Aman.
Kepala Seksi Pelestarian Nila-Nilai Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Jogja Widiastuti menolak jika bangunan di Jalan Jenderal Sudirman diklaim sebagai BCB dan BWB. Dari catatan Disparbud, bangunan tersebut sedang diusulkan bersama 200 bangunan lain.
’’Yang kami ketahui, proses pembongkaran bangunan tersebut sudah mengantongi izin dari DP2WB (Dewan Pertimbangan Pelestarian dan Warisan Budaya) Dinas Kebudayaan DIJ. Jadi tidak ada masalah jika proses pemugaran dilakukan. Karena setiap rekomendasi pasti ada arahan bangunan apa yang harus disisakan, bentuknya seperti apa, dan hal lain yang mendasar,’’ katanya. (eri)
sumber:
http://www.radarjogja.co.id/berita/utama/8384-terancam-dibongkar.html

Senin, 21 Juni 2010

Benda cagar budaya di DIY

Yuwono Sri Suwito
“Bangunan Tambahan harus dibongkar”
KR, Sabtu 19 Juni 2010
Benda cagar budaya (BCB) di DIY membutuhkan penanganan serius. Namun dilapangan masih ada masyarakat yang memiliki anggapan keliru terhadap makna kelestarian BCB. Akibatnya saat pembongkaran bangunan, mereka beranggapan telah terjadi perusakan BCB. Padahal untuk mengembalikan bangunan ke bentuk aslinya atau menguatkan karakter bangunan asli terkadang ada bangunan tambahan yang harus dibongkar.
“saya ingin menegaskan bahwa keberadaan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya (DP2WB)
Dalam memberikan rekomendasi tidak hanya membolehkan atau melarang suatu bangunan dibongkar (direnovasi), tetapi juga merekomendasikan bagaimana sebaiknya bangunan tersebut dibangun, ‘papar ketua DP2WB DIY Ir. Yuwono Sri Suwito MM, didampingi Kabid Sejarah Purbakala dan Museum Tri Rubiyanto SE MSi dan Kasi Purbakala Dra. Riharyani saat bersilaturahmi dengan direktur utama PT BP kedaulatan Rakyat, Drs. HM Romli, Jum’at (18/6).