Minggu, 15 Mei 2011

Arsip Pakualaman dan Nilai Historisnya

Rangkuman
Materi yang disampaikan oleh Dr. Sri. Margarana
Dengan judul “ Arsip Pakualaman dan Nilai Historisnya “

Arsip adalah sekumpulan catatan yang telah diseleksi untuk disimpan dalam waktu yang panjang karena nilai-nilai budaya dan sejarahnya. Arsip mempunyai karakteristik tidak di publikasikan. Oleh karena itu dalam pena nganan arsip harus menggunakan cara khusus pula.
Puropakualaman memiliki koleksi arsip yang sangat luar biasa nilainya yang mencakup periode yang panjang sejak awal berdirinya pakualam tahun 1813 hinggga pemerintahan pakualam VIII. Arsip–arsip tersebut berasal dari berbagai bagian atau kantor, seperti pemerintahan, peradilan, keuangan, kepegawaian dan kepujanggaan.
Menurut Dr. Sri Margarana arsip yang cukup menonjol ialah arsip dari urusan pemerintahan dan peradilan. Arsip-arsip dari pemerintahan umumnya berupa surat menyurat atau korespondensi, kontrak, atau perjanjian-perjanjian antara pejabat-pejabat kolonoal Ingris, Belanda dan Jepang dan Pemerintahan RI dan Daerah selama masa awal-awal ke merdekaan dengan Pakualam dan pejabat-pejabat di Pakualam. Arsip-arsip peradilan terdiri dari beberapa tingkat mulai dari perdata Pulisi atau Politierol dan Pradata atau sengketa, Misdrijven atau kejahatan, dan overtrijding atau pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di wilayah Pakualaman yang mencakup periode dari tahun 1860 higga 1940an. Sengketa agraria yang melibatkan persengketaan antara petani, bekel, pemilik tanah apanage (Bangsawan dan Pejabat kerajaan).
Menurut Dr. Sri Magrana jika kita belajar dari masa lalu dengan kita mempelajari arsip-arsip dari pakualaman kita akan tahu bagaiman otoritas kerajaan Jawa tetap eksis walau banyak dikooptasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Hukum positif diwilayah kerajaan masih dapat berjalan dengan baik. Jaminan kepastian hukum dari kerajaan melalui institusi peradilan di kerajaan diberikan kepada masyarakat. Kerajaan tidak membedakan posisi siapa yang mencari keadilan hukum apakah dia petani, lurah, ataukah bangsawan. Dr. Sri Margana menceritakan kasus pemecatan bekel oleh penyewa tanah Eropa yang menganggap sebagai patuh baru telah melalaikan kewajibannya. Petani ini melakukan protes dan melaporkannya kepada peradilan. Kasus tersebut ditangani oleh pradata kabupaten dan ahirnya sang penyewa tanah harus mengganti rugi kepada bekel yang ia pecat.
Diwilayah Kasultanan dan Pakualaman jika kasus peradilan ini melibatkan kawula/rakyat biasa seperti kasus misdrijven (kejahatan) diselesaikan di Rechtbank Voor Criminelezaken (pengadilan untuk perbuatan criminal), Overtreding (Pelanggaran), diselesaikan di Politierol. Untuk diwilayah Kasultanan sengketa Agraria diselesaikan di Pradata Balemangu, jika tidak selesai dibawa ke Pradata Kadanurejan, sengketa pernikahan dan warisan diselesaikan di perdata Surabi. Untuk orang-orang Eropa dan Timur Asing (Cina, Arab, dan Keling) diselesaikan di Raad Van Jutitie, dan jika tidak selesai dibawa ke Hoogerechtshof van Nederlands-Indie.
Banyak pelajaran yang dapat kita petik, satuhal lagi bahwa dengan mempelajari arsip-arsip ini maka kita menjadi tahu bahwa rakyat kecil di pedesaan bukanlah masyarakat yang pasrah terhadap upaya hukum, dan bukan pula masyarakat yang buta hukum dan peraturan. Mereka menurut penjelasan Dr. Sri Margana adalah masyarakat yang tahu akan hak dan kewajiban mereka. Mereka tahu secara persis dimana mereka dapat memperoleh keadilan jika mereka diperlakukan secara tidak adil. Didalam arsip-arsip yang ada di Pakualaman juga diperoleh gambaran bagimana penderitaan rakyat dibawah sistem persewaan tanah. Bagaimana ekonomi masyarakat dan bagaimana mereka harus bertahan hidup.