Minggu, 26 Juli 2009

EMPAT TINGKATAN GOLONGAN MASYARAKAT DALAM AGAMA BRAHMA

Agama Brahma dinusantara berkembang dengan pesatnya melalui jalur-jalur perdagangan dan berkembangsubur melalui Bandar-bandar perdagangan. Rempah-rempah, beras, emas, intan, kapur barus dll pada abad ke-7 dan 8 merupakan magnet paling kuat yang menarik para saudagar dari negeri timur jauh seperti India untuk melakukan perdagangan dengan para pedagang di Nusantara. Sebutlah Bandar-bandar besar seperti kota Malaka, Sumatra, Jawa, kalimantan, dan Sulawesi. Saat itu muncul Bandar-bandar dagang besar seperti Sriwijaya, Tulang Bawang, Melayu, Demak, dll.
Selain melakukan perdagangan para saudagar tersebut juga melakukan misi penyebaran agama baik melaui dakwah maupun dengan melalui perkawinan. Mereka melakukannya dengan jalan damai dengan melakukan dakwah kepada para pemimpin kerajaan seperti raja maka parasaudagartersebut dengan mudah memperoleh pengikut (masyarakat masa itu masih patuh dan taat pada raja).
Tumbuh kembangnya agama Brahma di nusantara memunculkan strata baru dalam masyarakat yang awalnya belum dikenal seperti tingkatan Brahma, Ksatria, Weda, dan Sudra. Namun strata atau yang lebih kita kenal sebagai klas social ini tidak sama persis dengan yang ada di negeri asalnya (India). Strata tersebut telah mengalami akulturasi dengan budaya nusantara. Sehingga pemahaman tingkatan tersebut tidak seketat di negeri asalnya.
Brammana (golongan agamawan) ada dua macam golongan pertapa yang tinggal diluar istana dan yang tinggal di istana sebut saja empu sendok yang hidup pada masa Mataram kuno. Ia sangat berpengaruh di lingkungan kerajaan dan berhasil memindahkan ibukota Mataram Kono ke Kediri tahun 928 Masehi. Ksatria (golongan prajurit) nampak menonjol saat masa jayanya kerajaan Majapahit pada masa Hayam Wuruk dengan patihnya Gadjah Mada tahun 1365 Masehi. Empu Prapanca yang hidup pada masa ini juga sangat berpengaruh. Golongan selanjutnya ialah golongan Weda (Pedagang) dimana golongan ini banyak hidup di daerah2 bandar-bandar perdagangan. Dan golongan terahir Sudra kiranya harus kita bahas lebih mendalam dimana Sudra di Nusantara ini tidak dipahami sebagai golongan Budak namun dipahami sebagai golongan rakyat bias. Bangsa kita tidak mengenal golongan budak.
Walau empat tingkatan itu membatasi secara jelas golongan masyarakat namun tidak sampai mengganggu keharmonisan hubungan dalam bermasyarakat. Bangsa kita hidup bergandengan bahu-membahu dan dalam suasana yang penuh dengan kedamaian. Jadi tidak benar jika ada anggapan bahwa bangsa kita hidup dan suka berperang bahkan barbar. Jelas itu anggapan yang sangat keliru. Justru kehadiran bangsa baratlah sebut portugis, belanda, Ingris, lah yang menanamkan benih2 permusuhan yang saat itu mempunyai kepentingan 3 G (God, Glory, dan gospel) dengan semena-mena dan menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang mereka inginkan.

Bookmark and Share

CANDI PRAMBANAN (CP) EKSOTIK, PENUH DENGAN MISTERI (EPDM)

Candi bergaya Hindu satu ini memang sangat pantas menyandang predikat candi bergaya hindu yang paling istimewa dan paling eksotik yang ada di bumi nusantara ini. Betapa tidak dari mulai masuk kawasan candi ini kita seakan di sihir oleh situasi yang mana kita seakan dibawa masuk ke alam abad ke 8 dan 9 Masehi dimana saai itu berdasarkan catatan sejarah merupakan saat dimana agama Hidu dan Buda berkembang pesat di tanah Jawa dengan kerajaan Mataram Kuno sebagai pusat perkembangan.
Sesaat kita masuk komplek Candi Prambanan saat kita menelusuri lorong-lorong jalan yang mengantarkan kita menelusuri peninggalan masa jaya kerajaan Mataram, kita akan melihat komplek candi prambanan yang bergaya hindu, candi sewu yang ber corak Buda, Candi Lumbung bercorak Buda, candi Bubrah. Sungguh pemandangan yang sangat eksotik dimana masyarakat pada masa ini telah mengenal saling menghormati antara pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya. Cermin keluhuran budi dari para pendahulu negeri ini betapa tidak candi pada masa itu adalah tempat suci bagi umat hindu dan buda. Ada yang sebagai tempat persembahyangan dean bahkan ada juga sebagai tempat menguburkan abu jenazah raja yang telah mangkat.
Setelah kita masuk di kompleks candi Prambanan kita akan melihat tiga buah candi utama Wisnu, Siwa, dan Brahma dan 3 buah candi pewara. dan puluhan candi kecil yang belum dapat direkonstruksi sampai sekarang. Candi prambanan terbagi dalam tiga ruangan. Pertama ialah latar, Candi pendamping, dan yang terahir ialah candi induk atau candi utama. Sekarang kitahanya bias melihat candi induknya saja karena latar sudah tidak dapat kita kenali lagi dan keberadaan candi kecilpun sampai sekarang belum dapat direkonstruksi. Walau keberadaan candi sudah tidak seperti sediakala candi Prambanan masih tetap menawan dan takakan lekang dimakan zaman.
Candi terbesar adalah Candi Wisnu. Candi ini memiliki empat pintu, empat bilik dan setiap bilik terdapat patung yang masing-masing menggambarkan keistimewaan dari sang Wisnu. Ada patung ganesa (Ilmu pengetahuan) ada Siwa, ada Durga dan ada sang pendeta. Patung-patung dewa tersebut selain memiliki makna filosofis juga memiliki makna histories. Betapa tidak candi ini dan dua candi induk lainnya merupakan symbol dimana agama hindu yang verkembang saat itu ialah agama Brahma dimana dalam ajaran Brahma dikenal 3 dewa utama yaitu Brahma(Dewa yang menjelmakan semesta alam), Dewa Wisnu (Dewa yang memiliki sifat menjaga), dan dewa Siwa (Dewa yang memiliki sifat merusak).
Disetiap lorong-lorong candi baik Siwa, Brahma, dan Wisnu terdapat relief yang menceritakan kisah Rama Sinta. Relief yang dimulai dari candi Siwa ini menceritakan keadaan negara Astinapura, yang dalam perjalanannya digoda oleh para raksasa pimpinan dari Rahwana. Kisah Rama Sinta ini berahir di candi Brahma dimana Rama beserta pasukan kera pimpinan Hanoman berhasil mengalahkan Rahwana di kerajaannya Alengka. Dan berhasil membawa pulang Sinta ke Astinapura. Sedangkan di Candi Wisnu juga terdapat relief yang menceritakan kisah perjalanan sepiritual sang wisnu.
Tidak hanya berhenti disana keeksotikan Prambanan dari pembangunan candi nampak luar adalah mencerminkan keluhuran budi dari masyarakat nusantara kita dari atas sampai bawah bangunan mencerminkan perpaduan gaya bangunan candi Buda dan Hindu. Disana nampak beberapa patung burung kinara dan kenari yang divisualisasikan bersama pohon beringin dimana melambangkan keseimbangan alam. Pelajaran yang begitu berharga yang hendak disampaikan para pendahulu kita.
Sekaranglah saatnya untuk kita generasi muda menghayati nilai-nilai adiluhung yang telah di ajarkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana ajaran nilai-nilai yang ada di Prambanan keeksotikan dan misteri yang ada harus kita tempatkan tepat pada tempatnya sehingga usaha kita untuk membina kehidupan yang lebih bermakna untuk mengarungi perubahan dan tantangan zaman yang semakin kompleks dan beraneka semakin menuai hasil yang positif. Amin.

Yogyakarta, 26 Juli 2009

Bookmark and Share