Minggu, 22 Maret 2009

Borobudur, Candi Budha Terbesar di Abad ke-9

Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati.

Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.

Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.

Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).

Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.

Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.

Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa' berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.

Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.

Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo: PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu-Boko
Peta & Artistik: Sutrisno

Sabtu, 21 Maret 2009

Memahami sejarah Melalui Lawatan Sejarah



Saat saya baca Warta Sejarah terbitan Direktorat Nilai Sejarah Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta, ada satu artikel yang cukup menggelitik buat saya judulnya memahami sejarah melalui Lawatan sejarah. Artikel ditulis oleh Amurwani Dwi Lestari, M. Hum. berjudul memahami sejarah melalui Lawatan sejarah. Beberapa pokok yang ditekankan dalam lawatan sejarah ialah mengunjugi tempat tempat atau yang penulis sebut sebagai simpul simpul sejarah perekat keindonesiaan diantaranya ialah mengunjugi tempat tempat pengasingan, makam para tokoh pejuang bangsa yang pernah diasingkan, atau tempat-tempat yang dahulunya pernah menjadi tempat berlangsungnya suatu peristiwa sejarah. Menurut penulis Kegiatan ini bisa menjadikan belajar sejarah lebih menyenangkan, karena menurut penulis selain berwisata para siswa atau guru diajak untuk ikut berfiir kritis dan logis dengan melihat peninggalan-peninggalan bersejarah. Mereka tidak lagi dituntut untuk menghafal tahun-tahun yang penulis anggap membosankan dengan perkiraan akan menumbuhkan dan menjadi proses awal untuk meningkatkan kesadaran sejarah bagi kaum muda dan pelajar dengan memahami makna suatu peristiwa sejarah, sehingga diharapkan juga akan muncul generasi yang cinta terhadap sejarah dan mempunyai sikap responsif dan ikutserta melestaraikan , melindungi dan memelihara banguinan sejarah.
Dalam kasus memahami sejarah melalui sebuah kegiatan lawatan sejarah saya sangat setuju dengan tulisan yang telah diungkapkan oleh Amurwani Dwi Lestari M.Hum, diatas. Namun ada beberapa yang kiranya dapat menjadi catatan bersama bahwa rendahnya pemahaman terhadap sejarah bangsa kita kitranya patut menjadikan keprihatinan bersama semua kalangan, tidak hanya orang-orang yang berkecimpung dalam masalah sejarah, atau pendidik dan siswa tetapi segenap elemen masyarakat dan pemerintah harus bahu membahu dalam hal ini. Sebuah bangsa tidak akan kuat tanpa berlandaskan kepada akar dari nilai-nilai yang mendasari tumbuh kembangnya kehidupan bermasyarakat, dalam hal ini sejarah mencatatnya sebagai perjalanan kehidupan umat manusia.


Mencermati munculnya gagasan pemahaman sejarah dengan melakukan kegiatan lawatan sejarah saya kira merupakan sebuah trobosan bagus namu ada beberapa hal yang kiranya harus kita perhatikan antara lain faktor evektifitas kegiatan dan keberlanjutan dengan bentuk tindak lanjut yang kongkrit dari kegiatan. jangan sampai kegiatan yang saya kira memakan biaya yang tidak sedikit itu berhenti pada sekedar mengunjungi (berwisata)dengan menumbuhkan perasaan takjup dan gembira karena telah mengunjugi tempat-tempat yang ada kaitannya dengan sejarah perjalanan bangsa kita. Hasil dari lawatan sejarah tentunya akan lebih bagus jika dituiangkan dalam bentuk tulisan atau bentuk dokumentasi berupa gambar foto atau video yang nantinya dapat dikomunikasikan kepada masyarakat luas.
Mencermati perkembangan kurikulum pembelajaran sekolah yang menggunakan KTSP, kiranya akan dapat membantu mengurai kerumitan dalam mencari solusi dalam pemberian pengajan sejarah kepada siswa didik di kelas. Dengan menggunakan media-media pembantu atau disiplin ilmu yang lain saya kira proses transformasi nilai-nilai dalam sejarah akan lebih fariatif dan transformatif. Dengan demikian siswa akan merasa lebih dekat dengan sejarah bangsanya sendiri karena siswa dapat berinteraksi secara langsung dengan objek-objek sejarah atau peristiwa sejarah.
Kiranya ini dapat menjadikan renungan bahwa kiata sebagai warga negara yang peduli terhadap arah perkembangan sejarah bangsa kita harus bekerjasama dalam mentrasformasikan nilai-nilai sejarah kepada generasi penerus bangsa kita. semoga niatan ini dapat terlaksana, amin.

Bookmark and Share

Jumat, 20 Maret 2009

Sejarah Museum Gajah



Museum Nasional Republik Indonesia adalah salah satu wujud pengaruh Eropa, terutama semangat Abad Pencerahan, yang muncul pada sekitar abad 18. Ia dibangun pada tahun 1862 oleh Pemerintah Belanda di bawah Gubernur-Jendral JCM Radermacher sebagai respons adanya perhimpunan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang bertujuan menelaah riset-riset ilmiah di Hindia Belanda. Museum ini diresmikan pada tahun 1868, tapi secara institusi tahun lahir Museum ini adalah 1778, saat pembentukan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh pemerintah Belanda.
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Nasional_Republik_Indonesia

Museum Nasional dikenal sebagai Museum gajah sejak dihadiahkannya patung gajah oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871. Tetapi pada 28 Mei 1979, namanya resmi menjadi Museum Nasional Republik Indonesia. Kemudian pada 17 Februari 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelolanya, menyerahkan Museum kepada pemerintah Republik Indonesia. Sejak itu pengelolaan museum resmi oleh Direktorat Jendral Sejarah dan Arkeologi, di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Catatan di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa koleksinya telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini dikenal sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksinya sudah melebihi 140.000 buah, tapi baru sepertiganya saja yang dapat diperlihatkan kepada khalayak.


Museum ini terletak di Jalan Merdeka Barat.

[sunting] Koleksi Museum Nasional
Gambar Prasasti dari Singosari, Malang bertarikh tahun 1351 Masehi. Prasasti yang merupakan koleksi Museum yang juga dikenal sebagai Museum Gajah ini, terkenal karena menyebut nama Mada yang kemungkinan berkaitan dengan tokoh Gajah Mada.

Museum Gajah banyak mengkoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang termasuk koleksi adalah arca-arca kuna, prasasti, benda-benda kuna lainnya dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, dan benda berharga.

Sebelum gedung Perpustakaan Nasional RI yang terletak di Jalan Salemba 27, Jakarta Pusat didirikan, koleksi Museum Gajah termasuk naskah-naskah manuskrip kuna. Naskah-naskah tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah kini disimpan di Perpustakaan Nasional.

Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini terbanyak dan terlengkap di dunia. Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.

Koleksi yang menarik adalah Patung Bhairawa patung yang tertinggi di Museum Nasional dengan tinggi 414 cm ini merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara, yang merupakan perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di bumi. Patung ini berupa laki-laki berdiri diatas mayat dan deretan tengkorak serta memegang cangkir dari tengkorak di tangan kiri dan keris pendek dengan gaya Arab ditangan kanannya, ditemukan di Padang Roco, Sumatra Barat. Diperkirakan patung ini berasal dari abad ke 13 - 14. Koleksi arca Buddha tertua di Museum ini berupa arca Buddha Dipangkara yang terbuat dari perunggu, disimpan dalam ruang perunggu dalam kotak kaca tersendiri, berbeda nasibnya dengan arca Buddha, arca Hindu tertua di Nusantara, yaitu Wisnu Cibuaya (sekitar 4M) terletak di ruang arca batu tanpa teks label dan terhalang oleh arca Ganesha dari candi Banon.


[sunting] Pemeliharaan Koleksi

Pada 1960an, pernah terjadi pencurian koleksi emas yang dilakukan oleh kelompok pimpinan Kusni Kasdut. Pada 1979 terjadi pula pencurian koleksi uang logam. Pada 1987 beberapa koleksi keramik senilai Rp. 1,5 milyar. Dan pada 1996 pencurian lukisan yang bisa ditemukan kembali di Singapura.

Hal ini menyadarkan pengelola bahwa keamanan adalah faktor penting untuk menjaga koleksi. Karena itu museum dilengkapi dengan alarm, kamera pengaman, dan 17 petugas keamanan.

Kondisi koleksi dijaga dengan ketat dengan usaha konservasi. Terutama adalah koleksi dari kertas yang butuh penanganan hati-hati. Seringkali bagian koleksi yag rusak diganti dengan bahan tiruan. Meskipun hal ini mengurangi otentisitas, tetapi tetap mempertimbangkan sisi estetika dan bentuk asli karya yang dikonservasi. Sering pula ditemui usaha rekonstruksi untuk mengganti koleksi yang rusak parah.

Secara umum, hal ini memperlihatkan sikap umum museum di kebanyakan wilayah Asia yang lebih mengutamakan restorasi daripada menjaga ontentisitas.
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Nasional_Republik_Indonesia

Bookmark and Share