Rabu, 22 Desember 2010

Gold, Glory, dan Gospel


Tiga kata diatas yang menjadi judul tulisan ini tentunya bukan hal yang asing lagi bbuat kita pernah belajar sejarah kolonialisme dan imperialisme. Gold ialah keinginan untuk memiliki kekayaan, glory keinginan mempunyai kejayaan, dan gospel ialah keinginan untuk menyebabrkan agama nasrani. Tiga hal diatas diyakini sebagai penyebab muncul dan berkembangnya kolonialisme dan imperialisme.
Kolonialisme dan Imperialisme merupakan dua bentuk kalimat yang mempunyai penjelasan yang berbeda namun pada prinsipnya mempunyai maksud yang sama. Kolonialisme mempunyai kata dasar koloni adalah usaha penguasaan suatu negara oleh negara lain, sedangkan Imperialisme dari kata dasar Imperialis dapat kita artikan sebagai sistempolitik yang ditujukan untuk menjajah bangsa lain untuk mendapat kekuasan dan keuntungan besar. Kolonialisme dan Imperialisme sama-sama merugikan bagi negara yang terkena karena tujuan dari negara pengkoloni atau pengomperialis ialah untuk mencari keuntungan.
Tidak sedikit yang bertanya-tanya benarkah munculnya kolonialisme dan imperialismea hanya karena faktor 3 G saja? Ataukah ada faktor yang lain yang ikut mempengaruhinya? Menurut hemamt penulis munculnya 3G (Gold, Glory, dan Gospel) tidak lain karena fitrah manusia sebagai mahluk sosial (Homo Socius) dan manusia sebagai mahluk ekonomi (Homo Ekonomikus). Mausia selalu membutuhkan orang lain dan manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jatuhnya Kota Konstantinopel memang membuat bangsa-bangsa Eropa kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah yang saat itu disuplai dadri Asia tenggara khususnya Indonesia. Dengan segala daya dan upaya mereka berusaha dengan keras untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka melakukan perjalanan ekspedisi penjelajahan samudra untuk mencari sumber rempah-rempah yang selama ini belum pernah mereka lakukan. Perjalanan ekspedisi mencari sumber rempah-rempah ini didukung dengan ke majuan dibidang teknologi dengan penemuan teknologi pembuatan kapal yang dapat mengarungi samudra luas, munculnya teori heliosentris, ditemukannya kompas, dan juga teknologi persenjataan.
Penulis rahmat Susanto

Candi Sambisari

Berdasarkan cactatan suaka peninggalan sejarah dan purbakala daerah Istimewa Yogyakarta Candi Sambisari ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang petani penggarap sawah pada tahun 1966. Candi ini terletak di desa Sambisari, Kelurahan Purwomartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman Prop. Yogyakarta.
Letak Candi Sambisari berada pada 6,5 meter dibawah permukaan tanah. Candi ini terdiri atas satu buah candi Induk dan tiga buah candi perwara yang berada di depan candi Induk. Candi Induk Menghadap ke Barat berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 13,65 meter x 13,6 meter, dengan tinggi keseluruhan 7,5 meter berdasarkan catatan suaka peninggalan sejarah dan purbakala DIY hal yang menarik dari candi ini ialah tidak adanya kaki candi sehingga relung-relung ditubuh candi hampir rata dengan selasar. Tangga naik keatas selasar diapit oleh sayap tangga yang pada ujung bagian bawahnya di makara yang disangga oleh orang cebol dengan dua tangannya, namun tidak ditemukan kepala Kala pada ambang atas gapura.
Selain itu keunikan yang lain ialah pada lantai selasar terdapat beberapa batu pipih yang pada bagian atas ada tonjolannya sebanyak 12 buah, berbentuk bulat 8 buah, dan berbentuk persegi 4 buah. Tubuh candi induk berukuran 5x5 meter dengan tinggi 2,5 meter, lebar selasar 2,5 meter mengelilingi candi dan sisis-sisinya ditutup pagar langkan pada sisi luar dinding tubuh candi terdapat relung-relung yang diatasnya terdapat hiasan kepala kala. Pada sisi luar dinding tubuh candi terdapat tiga relung yang masing-masing ditempati oleh Dewi Durha (Utara), Ganesa (Timur), dan Agastya (Selatan). Dikanan kiri pintu masuk terdapat 2 relung untuk dewa penjaga pintu yaitu mahakala dan Nandiswara namun kedua arca tersebut sudah tidak ada.

Sumber: BP3 DIY

Sabtu, 18 Desember 2010

YOGYAKARTA KINI DAN MASA YANG AKAN DATANG


Wajah Yogyakarta sekarang tentunya berbeda dengan Yogyakarta yang telah lalu baik pada masa zaman kolonial, zaman pergerakan, zaman kemerdekaan sampai zaman pembangunan. Yogyakarta diwarnai dengan pertumbuhan baik di sektor ekonomi, sosial maupun budaya yang semakin hari semakin meningkat perkembangannya.
Ikon sebagai kota pendidikan dan kota budaya melekat dan menjadi jati diri kota Yogyakarta. Berbagai macam sekolah dari negeri sampai swasta dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi dapat dengan mudah kita temui. Berbagai macam peninggalan sejarah dari mulai zaman purba zaman Hindu-Budha, Mataram Islam sampai dengan masa sekarang Ini dapat kita temui dengan relatif mudah. Berbagai macam bangunan Candi berbagai hasil kesenian,upacara-upacara adat dan beraneka ragam kearifan lokal sampai saat ini masih terus terjaga. Kerja keras dan sinergi yang baiklah dari seluruh elemen masyarakat Yogyakarta, baik dari kraton Yogyakarta, Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, dan tentunya juga masyarakat umum.
Sebagai kota yang terus tumbuh Yogyakarta tentunya mempunyai keinginan atau cita-cita yang hendak dicapai. Hal ini menjadi lumrah karena pertumbuhan ekonomi pasti akan diikuti dengan pertumbuhan pada seckor-sektor lainnya. Oleh karena itu seluruh elemen masyarakat harus terus menerus mempersiapkan diri dengan belajar apa saja agar dapat menjawab tantangan yang akan datang. Jangan sampai kita gagal untuk belajar dan mengambil hikmah yang dapat kita petik yang dapat kita gunakan untuk masa yang akan datang. Jangan sampai kita seperti apa yang telah di katakana oleh Cicero di depan siding senat Romawi yang saya kutip dari buku Berpikir Historis Karya Sam Wineburg “ Jika kita tidak tahu apa yang terjadi sebelum kita lahir berarti kita tetap anak kecil”.
Modernisasi yang tidak dapat terpisahkan dari globalisasi menjadi tantangan yang mengasikkan sekaligus mendebarkan bagi setiap orang. Modernisasi identik dengan hal-hal yang berbau teknologi dan globalissi erat kaitannya dengan makin hilangnya batas-batas pemisah antar negara yang satu dengan negara yang lainnya. Bagi masyarakat Yogyakarta yang mewarisi beraneka ragam warisan budaya dan tradisi tentunya akan semakin merasa terpacu untuk terus menerus bekerja kreatif dan berinfofatif.Hal ini tidak lain ialah agar dapat terus menerus mempertahankan dan menguri-uri warisan budaya adiluhung.
Jika warisan budaya ini terkomunikasikan dan dapat dirasakan keberadaannya oleh khalayak umum tentunya akan menambah nilai keistimewaan bagi masyarakat Yogyakarta baik sebagai pelopor dan penggerak trasver of knowledge. Dengan sendirinya akan terbangun rasa handarbeni, rasa bangga akan kekayaan budaya yang menjadi jati diri sebuah bangsa yang menjadikan generasi penerus pembangunan bangsa tidak mudah terpengaruh dampak negative globalisasi yang cenderung bayak merusak dan mendegradasikan moral generasi penerus. Menjadi sesuatu yang sangat indah dan menjadi kado yang sangat istimewa jika bangsa ini terus tumbuh menjadi bangsa yang kuwat bangsa yang dewasa vang tangguh dalam mengarungi masa yang akan datang. Amin.

YOGYAKARTA KINI DAN MASA YANG AKAN DATANG

Wajah Yogyakarta sekarang tentunya berbeda dengan Yogyakarta yang telah lalu baik pada masa zaman kolonial, zaman pergerakan, zaman kemerdekaan sampai zaman pembangunan. Yogyakarta diwarnai dengan pertumbuhan baik di sektor ekonomi, sosial maupun budaya yang semakin hari semakin meningkat perkembangannya.
Ikon sebagai kota pendidikan dan kota budaya melekat dan menjadi jati diri kota Yogyakarta. Berbagai macam sekolah dari negeri sampai swasta dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi dapat dengan mudah kita temui. Berbagai macam peninggalan sejarah dari mulai zaman purba zaman Hindu-Budha, Mataram Islam sampai dengan masa sekarang Ini dapat kita temui dengan relatif mudah. Berbagai macam bangunan Candi berbagai hasil kesenian,upacara-upacara adat dan beraneka ragam kearifan lokal sampai saat ini masih terus terjaga. Kerja keras dan sinergi yang baiklah dari seluruh elemen masyarakat Yogyakarta, baik dari kraton Yogyakarta, Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, dan tentunya juga masyarakat umum.
Sebagai kota yang terus tumbuh Yogyakarta tentunya mempunyai keinginan atau cita-cita yang hendak dicapai. Hal ini menjadi lumrah karena pertumbuhan ekonomi pasti akan diikuti dengan pertumbuhan pada seckor-sektor lainnya. Oleh karena itu seluruh elemen masyarakat harus terus menerus mempersiapkan diri dengan belajar apa saja agar dapat menjawab tantangan yang akan datang. Jangan sampai kita gagal untuk belajar dan mengambil hikmah yang dapat kita petik yang dapat kita gunakan untuk masa yang akan datang. Jangan sampai kita seperti apa yang telah di katakana oleh Cicero di depan siding senat Romawi yang saya kutip dari buku Berpikir Historis Karya Sam Wineburg “ Jika kita tidak tahu apa yang terjadi sebelum kita lahir berarti kita tetap anak kecil”.
Modernisasi yang tidak dapat terpisahkan dari globalisasi menjadi tantangan yang mengasikkan sekaligus mendebarkan bagi setiap orang. Modernisasi identik dengan hal-hal yang berbau teknologi dan globalissi erat kaitannya dengan makin hilangnya batas-batas pemisah antar negara yang satu dengan negara yang lainnya. Bagi masyarakat Yogyakarta yang mewarisi beraneka ragam warisan budaya dan tradisi tentunya akan semakin merasa terpacu untuk terus menerus bekerja kreatif dan berinfofatif.Hal ini tidak lain ialah agar dapat terus menerus mempertahankan dan menguri-uri warisan budaya adiluhung.
Jika warisan budaya ini terkomunikasikan dan dapat dirasakan keberadaannya oleh khalayak umum tentunya akan menambah nilai keistimewaan bagi masyarakat Yogyakarta baik sebagai pelopor dan penggerak trasver of knowledge. Dengan sendirinya akan terbangun rasa handarbeni, rasa bangga akan kekayaan budaya yang menjadi jati diri sebuah bangsa yang menjadikan generasi penerus pembangunan bangsa tidak mudah terpengaruh dampak negative globalisasi yang cenderung bayak merusak dan mendegradasikan moral generasi penerus. Menjadi sesuatu yang sangat indah dan menjadi kado yang sangat istimewa jika bangsa ini terus tumbuh menjadi bangsa yang kuwat bangsa yang dewasa vang tangguh dalam mengarungi masa yang akan datang. Amin.