Selasa, 10 November 2009

Stop Kekerasan di Sekolah

Selasa, 10 November 2009 | 01:33 WIB

Penganiayaan yang dialami Ade Fauzan Mahfuzah, siswa kelas I SMA 82 Jakarta, amat memprihatinkan. Apalagi ia dikeroyok oleh teman-temannya sendiri di lingkungan sekolah. Sekali lagi, kejadian ini menunjukkan kelalaian institusi pendidikan dalam menjamin keamanan dan kenyamanan bagi siswa.

Mula-mula Ade dipukuli oleh tujuh siswa kelas III di sekolah yang sama saat istirahat. Seusai jam pelajaran, ia kembali dikeroyok oleh 30 kakak kelasnya. Alasan pengeroyokan ini adalah Ade melintasi koridor kelas III--mereka menyebutnya "Jalur Gaza"--yang selama ini "terlarang" bagi siswa kelas I dan II.

Akibat perbuatan brutal itu, Ade mengalami luka-luka parah. Beberapa bagian tubuhnya harus dijahit, antara lain enam di bagian mulut. Ade juga mengalami memar di tempurung kepala bagian belakang dan telinga membiru. Hingga sekarang, Ade masih dirawat di rumah sakit.

Tragedi seperti ini tidak boleh dianggap enteng. Apa yang terjadi pada Ade merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak. Disebutkan dalam Pasal 54 undang-undang ini bahwa anak-anak yang berada di lingkungan sekolah harus dilindungi dari tindakan kekerasan oleh guru dan teman-temannya. Pelanggaran terhadap aturan ini diancam hukuman pidana kurungan 15 tahun.

Itu sebabnya, langkah orang tua Ade yang melaporkan kasus ini kepada Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia dan kepolisian sudah tepat. Tindakan tegas terhadap pelaku harus dilakukan untuk menimbulkan efek jera. Meski demikian, sanksi pidana terhadap siswa pelaku kekerasan itu tetap harus ditetapkan secara arif sehingga masa depan mereka tidak terancam.

Adapun kepada kepala sekolah yang telah lalai, salah satunya, bisa dikenai beberapa tindakan, dari normatif hingga administratif. Sanksi administratif bisa dilakukan secara berjenjang, dari teguran hingga mutasi. Bahkan kalau perlu dipertimbangkan penundaan kenaikan pangkatnya.

Sanksi tegas perlu diberikan agar kasus serupa tak terulang. Apalagi kasus seperti ini sudah berkali-kali terjadi. Bukan hanya kekerasan yang dilakukan oleh siswa, tapi juga oleh guru. Data tahun 2008 bahkan menunjukkan, kekerasan guru terhadap siswa meningkat sebesar 39,6 persen dibanding sebelumnya. Untuk tahun 2009 belum diperoleh datanya. Namun, diperkirakan angkanya tak jauh berbeda.

Buat menekan angka kekerasan, pengelola sekolah harus lebih memperhatikan aspek-aspek perlindungan anak, komunikasi anak dengan sekolah, perlakuan senior terhadap junior, dan perlakuan guru terhadap siswa. Pihak sekolah pun perlu menghilangkan aneka peraturan yang menekan siswa.

Tentu saja kalangan orang tua juga tak bisa lepas dari tanggung jawab untuk menciptakan kondisi ideal itu dengan ikut mengawasi perilaku anaknya. Tapi, ketika berada di sekolah, siswa jelas berhak untuk mendapatkan lingkungan yang aman dan nyaman agar dapat belajar dengan baik.

http://www.tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar