Kegiatan ini selain dilaksanakan dalam rangka ulangtahun ke-40 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kota yogyakarta juga sebaagai langkah peduli terhadap kelestarian dan pengembangan seni ketoprak yang menjadi ikon Yogyakarta. Lakon yang akan di mainkan ialah cerita Penangsang Golek Bala kayra sutradara nano Asmorodono. Pentas ini akan digelar di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Jumat 31 Juli 2009.
Kamis, 30 Juli 2009
APRESIASI BUDAYA ETNIS
Benar kiranya jika ada anggapan bahwa setiap etnik memiliki kearifan yang perlu dimengerti, dipahami dan di kembangkan oleh komunitas itu sendiri maupun oleh komunitas lainnya. Terlebih globalisasi sekarang ini tantangan untuk mengembangkan kearifan budaya local banyak mendapatkan tantangan. Yogyakarta memang kota budaya dimana segenap senitradisi sampai sekarang masih tetap terjaga akkan kelestarainnya, tidak bias terlepas begitu saja dari dampak globalisasi apalagi visi kota yogyakarta menuju tahun 2020 menjadi pusat kebudayaan terkemuka sekaligus mewujudkan Memayu Hayuning Buwana.
Seperti yang dilansir oleh harian kedaulatan rakyat edisi Jumat 31 Juli 2009 dalam liputan pembukaan gelar apresiasi Budaya Etnis di halaman mmonumen serangan Oemom 1 maret yogyakarta (selasa. 29 Juli 2009). Acara yang bertemakan Aktualisasi nilai-nilai kearifan local memperkuat jatidiri Bangsa di era Global, menampilkan tari maddupa Bosara (Prop. Sulsel), Nyamut Onu bage’ik (Kalimantan Barat), Muli mekhanai (lampung), dayung (Papua), dan Senam patrol jember (jatim).
Kegiatan ini menurut kepla bidang tradisi, seni, film dinas kebudayaan yogya, Nur Satwika adalah untuk meningkatkan apresiasi budaya antar etnis, menumbuhkan sikap toleransi akan kesetaraan dan hak hidup yang sama bagi semua kebudayaan yang berbeda, sekaligus media informasi dan promo dari daerah untuk memupuk potensi serta meningkatkan persatuan dan kesatuan negara kesatuan republik Indonesia.
Sungguh kegiatan yang patut diacungi jempol, betapa tidak inilah wujudnyata dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional dalamrangka menjawab tantangan global yang menuntut kedinamisan dalam segala aspek, tak terkecuali seni dan budaya. Tentunya hal ini dapat terwujud karena kita sebagai bangsa merasa bangga akan kekayaan budaya yang kita miliki, dengan rasa iklas kita mengeksplorasi kemampuan diri, mempelajari sejarah dan mengembangkannya. Selamat dan sukses, amin.
Seperti yang dilansir oleh harian kedaulatan rakyat edisi Jumat 31 Juli 2009 dalam liputan pembukaan gelar apresiasi Budaya Etnis di halaman mmonumen serangan Oemom 1 maret yogyakarta (selasa. 29 Juli 2009). Acara yang bertemakan Aktualisasi nilai-nilai kearifan local memperkuat jatidiri Bangsa di era Global, menampilkan tari maddupa Bosara (Prop. Sulsel), Nyamut Onu bage’ik (Kalimantan Barat), Muli mekhanai (lampung), dayung (Papua), dan Senam patrol jember (jatim).
Kegiatan ini menurut kepla bidang tradisi, seni, film dinas kebudayaan yogya, Nur Satwika adalah untuk meningkatkan apresiasi budaya antar etnis, menumbuhkan sikap toleransi akan kesetaraan dan hak hidup yang sama bagi semua kebudayaan yang berbeda, sekaligus media informasi dan promo dari daerah untuk memupuk potensi serta meningkatkan persatuan dan kesatuan negara kesatuan republik Indonesia.
Sungguh kegiatan yang patut diacungi jempol, betapa tidak inilah wujudnyata dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional dalamrangka menjawab tantangan global yang menuntut kedinamisan dalam segala aspek, tak terkecuali seni dan budaya. Tentunya hal ini dapat terwujud karena kita sebagai bangsa merasa bangga akan kekayaan budaya yang kita miliki, dengan rasa iklas kita mengeksplorasi kemampuan diri, mempelajari sejarah dan mengembangkannya. Selamat dan sukses, amin.
TUMBUHKAN CINTA WARISAN BUDAYA BANGSA
Kegiatan menumbuhkan cinta pada warisan budaya bangsa ini dilakukan oleh management PT. taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan ratu Boko dengan mengelar Prambanan-ratu book Fun Bike dan Fun Walk. Kegiatan ini merupakan wujud nyata usaha untuk lebih mengenalkan warisan budaya bangsa dengan segala potensinya kepada masyarakat luas. Kegiatan ini akan diselenggarakan minggu 09 Agustus 2009.
Mengutip harian KR Kegiatan ini juga diselenggarakan juga dalam rangka ulangtahun ke-29 PT TWC BPRB juga sekaligus menyemarakan HUT ke-64 Kemerdekaan RI.
Untuk dapat mengikuti kegiatan ini peserta harus membayar 30 000 rupiah dengn mendapatkan fasilitas yang telah disediakan panitia. Namun sungguh disayangkan hadiah hadah yang diberitan tekesan kurang mendidik, mencermati tema diatas seharusnya hadiah-hadiah yang diberikan juga harus “mendidik”. Karena menumbuhkan cinta terhadap warisan budaya bangsa ini membutuhkan penanganan yang lebih serius dan berkesinambungan. Penulis berharap tema diatas dapat dikembangkan lebih lanjut seperti dengan sosialisasi terhadap sekolah-sekolah dari SD hingga perguruan tinggi melalui dialog interaktif sehingga akan tercipta rasa cinta yang tertanam didalam hati generasi muda sejak dini.
Sukses untuk acara yang digelar, selamat ulangtahuna ke-29 PT TWC BPRB. Selamat ulangtahun Indonesia ke-64, tetap jaya dan tetap MERDEKA.
Mengutip harian KR Kegiatan ini juga diselenggarakan juga dalam rangka ulangtahun ke-29 PT TWC BPRB juga sekaligus menyemarakan HUT ke-64 Kemerdekaan RI.
Untuk dapat mengikuti kegiatan ini peserta harus membayar 30 000 rupiah dengn mendapatkan fasilitas yang telah disediakan panitia. Namun sungguh disayangkan hadiah hadah yang diberitan tekesan kurang mendidik, mencermati tema diatas seharusnya hadiah-hadiah yang diberikan juga harus “mendidik”. Karena menumbuhkan cinta terhadap warisan budaya bangsa ini membutuhkan penanganan yang lebih serius dan berkesinambungan. Penulis berharap tema diatas dapat dikembangkan lebih lanjut seperti dengan sosialisasi terhadap sekolah-sekolah dari SD hingga perguruan tinggi melalui dialog interaktif sehingga akan tercipta rasa cinta yang tertanam didalam hati generasi muda sejak dini.
Sukses untuk acara yang digelar, selamat ulangtahuna ke-29 PT TWC BPRB. Selamat ulangtahun Indonesia ke-64, tetap jaya dan tetap MERDEKA.
triad of Monuments
Standing in a straight row, the triad of Monuments Mendut, Pawon, and Borobudur forms a symbolic unity.
In the oldest of the three, the Mendut temple, a tree metre high statue of Buddha carved from one piece of stone, represent an imposing expression of homage to the preacher of the faith of deliverance.
Less than two kilometers away, sparated by the rivers Elo and Progo, lies smaller Pawon, a jewel of Javanese temple architecture. In all probability this temple served as a stop to purify the mind, prior to ascending Borobudur.
Amere fifteen hundred meters from Pawon, a stone hill of terraces arises, Borobudur with its hundreds of Buddhas.
When makingn the tour of the galleries with their high-set balustrades under the celestial canopy, one may imagine being in a temple. Saying one’s prayers, passing along the two and a half kilometres of reliefs to the summit of the sanctuary, resembles a passage along an altar up to the hope for fulfillment.
The pilgrim or he who hopes to attain Buddhasip (or Bodhisattva in Sankrit), enters Mendut in honour of Buddha.
Borobubr by. Yazir marzuki and Toety Heraty
Borobudur Chandi, however, is like and Ornaments. It rises to heaven towards the acquisition of Buddhaship, the absolute deliverance from the cycle of perpetual reincarnation.
In the oldest of the three, the Mendut temple, a tree metre high statue of Buddha carved from one piece of stone, represent an imposing expression of homage to the preacher of the faith of deliverance.
Less than two kilometers away, sparated by the rivers Elo and Progo, lies smaller Pawon, a jewel of Javanese temple architecture. In all probability this temple served as a stop to purify the mind, prior to ascending Borobudur.
Amere fifteen hundred meters from Pawon, a stone hill of terraces arises, Borobudur with its hundreds of Buddhas.
When makingn the tour of the galleries with their high-set balustrades under the celestial canopy, one may imagine being in a temple. Saying one’s prayers, passing along the two and a half kilometres of reliefs to the summit of the sanctuary, resembles a passage along an altar up to the hope for fulfillment.
The pilgrim or he who hopes to attain Buddhasip (or Bodhisattva in Sankrit), enters Mendut in honour of Buddha.
Borobubr by. Yazir marzuki and Toety Heraty
Borobudur Chandi, however, is like and Ornaments. It rises to heaven towards the acquisition of Buddhaship, the absolute deliverance from the cycle of perpetual reincarnation.
GLOBALISASI ANCAM PENGEMBANGAN BUDAYA
Pengembangan kebudayaan DIY menghadapi tantangan dengan derasnya arus globalisasi teknologi dan informasi. Tantangan tersebut dirasakan semakin sulit dengan posititioning budaya yang belum dilihat sebagai hal yang penting, serta tidak didukung oleh kebijakan structural.
Kebudayaan telah di rugikan oleh berbagai proses social politik dan biaya cultural masuknya teknologi. Oleh karena itu diperlukan sikap tegas dalam upaya pelestaraian dan pengembangan budaya, agar seni tradisi tidak stagnan, dan mati karena arus perubahan zaman.
Untuk mencermati hal ini diperlukan kecerdasan untuk dapat mengintegrasikan kebudayaan local guna meningkatkan kebudayaan nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan masterpiece bahkan sampai adaptasi kontemporer (Sektiadi, Dewan kebudayaan kota Yogyakarta). Hal ini penting Karena dalam mengembangkan budaya haruslah disesuaikan dengan kebutuhan dan system produksi kontemporer, sehingga ,memperluas jangkauan informasi sehingga akan lebih mempermudah tukar informasi, dengan demikian diharapkan akan semakain terjalin kolaborasi dengan kebudayaan daerah lain di Indonesia sehingga akan memunculkan karya-karya baru yang berdimensi nasional bercitarasa loka.
Tentunya untuk mewujudkan hal ini harus diimbangi dengan usaha konkrit semua pihak karena dalam pengembangan budaya local yang berdimensi nasional perlu diimbangi dengan landasan edukasi dan nilai ketradisionalan yang berbasis pada masyarakat local. Sehingga seperti diungkapakan Amiluhur perlu system pedagogic dan menagemen dengan pendekatan plural, hetero budaya local yang benar sebagai pendukung entitas nasional.
Kebudayaan telah di rugikan oleh berbagai proses social politik dan biaya cultural masuknya teknologi. Oleh karena itu diperlukan sikap tegas dalam upaya pelestaraian dan pengembangan budaya, agar seni tradisi tidak stagnan, dan mati karena arus perubahan zaman.
Untuk mencermati hal ini diperlukan kecerdasan untuk dapat mengintegrasikan kebudayaan local guna meningkatkan kebudayaan nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan masterpiece bahkan sampai adaptasi kontemporer (Sektiadi, Dewan kebudayaan kota Yogyakarta). Hal ini penting Karena dalam mengembangkan budaya haruslah disesuaikan dengan kebutuhan dan system produksi kontemporer, sehingga ,memperluas jangkauan informasi sehingga akan lebih mempermudah tukar informasi, dengan demikian diharapkan akan semakain terjalin kolaborasi dengan kebudayaan daerah lain di Indonesia sehingga akan memunculkan karya-karya baru yang berdimensi nasional bercitarasa loka.
Tentunya untuk mewujudkan hal ini harus diimbangi dengan usaha konkrit semua pihak karena dalam pengembangan budaya local yang berdimensi nasional perlu diimbangi dengan landasan edukasi dan nilai ketradisionalan yang berbasis pada masyarakat local. Sehingga seperti diungkapakan Amiluhur perlu system pedagogic dan menagemen dengan pendekatan plural, hetero budaya local yang benar sebagai pendukung entitas nasional.
MAGISME WAYANG DI SAINT FLORENT
Saint Florent le veiel adalah kota tua yang menjadi habitat sejumlah situs bersejarah berupa gereja tertua di Perancis, dan juga jejak perjalanan kaum Viking. Mengutip berita dari harian kedaulatan rakyat edisi 30 juli 2009 ditempat itulah Ki Enthus didaulat menampilkan dua lakon wayang, yang pertama Ki Enthus melakonkan cerita Timun mas dengan media Wayang golek, sedangkan yang kedua melakonkan Dewa Ruci. Sungguh suatu kabar yang menggembirakan karena ditengah pertunjukan berlangsung para penonton mengapresiasi dengan positif.
Bersama dengan seniman dari Iran, India, Indonesia, Aljazair, Cina, Mongolia, dan Asia tegah kientus memaksimalkan kemampuannya dalam melakonkan kedua cerita tersebut. Alhasil dalam setiap pertunjukannya tiket terjual habis. Ki entus patut diacungi jempol karena dalam perjalanannya ke Belandadan Perancis mendapatkan sambutan hangat. Hal ini tada lan dari hasil kerja keras Ki Enthus dalam melakukan eksplorasi budaya dan kemampuannya dalam melalonkan wayang alhasil Ki Enthus menampilkan konsep yang berbeda dalam setiap pergelarannya di Amsterdan dan Prancis di sesuaikan dengan karakter penonton. Ungkap Ki Enthus Sumsono. Sungguh seniman Kontemporer cerdas, selamatdan sukses penulis ucapkan. Salam budaya.
Bersama dengan seniman dari Iran, India, Indonesia, Aljazair, Cina, Mongolia, dan Asia tegah kientus memaksimalkan kemampuannya dalam melakonkan kedua cerita tersebut. Alhasil dalam setiap pertunjukannya tiket terjual habis. Ki entus patut diacungi jempol karena dalam perjalanannya ke Belandadan Perancis mendapatkan sambutan hangat. Hal ini tada lan dari hasil kerja keras Ki Enthus dalam melakukan eksplorasi budaya dan kemampuannya dalam melalonkan wayang alhasil Ki Enthus menampilkan konsep yang berbeda dalam setiap pergelarannya di Amsterdan dan Prancis di sesuaikan dengan karakter penonton. Ungkap Ki Enthus Sumsono. Sungguh seniman Kontemporer cerdas, selamatdan sukses penulis ucapkan. Salam budaya.
PERANGKO HARI JADI KENDAL DI LUNCURKAN
Sampul, perangko, dan kartu pos peringatan hari jadi Kendal dluncurkan oleh bupati Kendal Dra. Hj. Siti Nurmarkesi selasa kemarin (KR. Kamis 30 juli 2009). Peluncuran ini dilakukan bersamaan dengan upacara hari jadi Kendal di alun-alun kabupaten Kendal. Berdasarkan catatan KR hal ini dapat diwujudkan atas kerjasama dengan PT Pos Indonesia, kantor POS Kendaldan Kantor POS Pusat POSINDONESIA, melalui unit filateli Bandung.
Isi dari Sampul, Perangko, dan kartu pos ini ialah mendokumentasikan peristiwa heroik dan monumental.Edisi ini bersifatterbatas dan untuk sampul hanya dicetak 1000 lembar dengan harga 5000/lembar, Perangko dicetak 10 000-15 000 buah, sedangkan perangko berupa proma didalamnya bias memuat foto atau identitas perseorangan maupun instansi dan untuk kartu pos terdapat tiga pilihan yaitu seri pelantikan bupati, panen raya, dan monumen kereta kuda.
Bagi anda yang merasa tertarik segera buru dan dapatkan.
Isi dari Sampul, Perangko, dan kartu pos ini ialah mendokumentasikan peristiwa heroik dan monumental.Edisi ini bersifatterbatas dan untuk sampul hanya dicetak 1000 lembar dengan harga 5000/lembar, Perangko dicetak 10 000-15 000 buah, sedangkan perangko berupa proma didalamnya bias memuat foto atau identitas perseorangan maupun instansi dan untuk kartu pos terdapat tiga pilihan yaitu seri pelantikan bupati, panen raya, dan monumen kereta kuda.
Bagi anda yang merasa tertarik segera buru dan dapatkan.
Langganan:
Postingan (Atom)