Agama Brahma dinusantara berkembang dengan pesatnya melalui jalur-jalur perdagangan dan berkembangsubur melalui Bandar-bandar perdagangan. Rempah-rempah, beras, emas, intan, kapur barus dll pada abad ke-7 dan 8 merupakan magnet paling kuat yang menarik para saudagar dari negeri timur jauh seperti India untuk melakukan perdagangan dengan para pedagang di Nusantara. Sebutlah Bandar-bandar besar seperti kota Malaka, Sumatra, Jawa, kalimantan, dan Sulawesi. Saat itu muncul Bandar-bandar dagang besar seperti Sriwijaya, Tulang Bawang, Melayu, Demak, dll.
Selain melakukan perdagangan para saudagar tersebut juga melakukan misi penyebaran agama baik melaui dakwah maupun dengan melalui perkawinan. Mereka melakukannya dengan jalan damai dengan melakukan dakwah kepada para pemimpin kerajaan seperti raja maka parasaudagartersebut dengan mudah memperoleh pengikut (masyarakat masa itu masih patuh dan taat pada raja).
Tumbuh kembangnya agama Brahma di nusantara memunculkan strata baru dalam masyarakat yang awalnya belum dikenal seperti tingkatan Brahma, Ksatria, Weda, dan Sudra. Namun strata atau yang lebih kita kenal sebagai klas social ini tidak sama persis dengan yang ada di negeri asalnya (India). Strata tersebut telah mengalami akulturasi dengan budaya nusantara. Sehingga pemahaman tingkatan tersebut tidak seketat di negeri asalnya.
Brammana (golongan agamawan) ada dua macam golongan pertapa yang tinggal diluar istana dan yang tinggal di istana sebut saja empu sendok yang hidup pada masa Mataram kuno. Ia sangat berpengaruh di lingkungan kerajaan dan berhasil memindahkan ibukota Mataram Kono ke Kediri tahun 928 Masehi. Ksatria (golongan prajurit) nampak menonjol saat masa jayanya kerajaan Majapahit pada masa Hayam Wuruk dengan patihnya Gadjah Mada tahun 1365 Masehi. Empu Prapanca yang hidup pada masa ini juga sangat berpengaruh. Golongan selanjutnya ialah golongan Weda (Pedagang) dimana golongan ini banyak hidup di daerah2 bandar-bandar perdagangan. Dan golongan terahir Sudra kiranya harus kita bahas lebih mendalam dimana Sudra di Nusantara ini tidak dipahami sebagai golongan Budak namun dipahami sebagai golongan rakyat bias. Bangsa kita tidak mengenal golongan budak.
Walau empat tingkatan itu membatasi secara jelas golongan masyarakat namun tidak sampai mengganggu keharmonisan hubungan dalam bermasyarakat. Bangsa kita hidup bergandengan bahu-membahu dan dalam suasana yang penuh dengan kedamaian. Jadi tidak benar jika ada anggapan bahwa bangsa kita hidup dan suka berperang bahkan barbar. Jelas itu anggapan yang sangat keliru. Justru kehadiran bangsa baratlah sebut portugis, belanda, Ingris, lah yang menanamkan benih2 permusuhan yang saat itu mempunyai kepentingan 3 G (God, Glory, dan gospel) dengan semena-mena dan menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang mereka inginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar