Tak meneherankan jika kemudian banyak warisan budaya kita banyak dikalaim oleh negara lain jika kita menilik seberapa peduli kita dalam ngugemi ( baca: mempelajari dan melestarikan) warisan budaya kita. Warisan budaya kita sangatlah kaya, kita tilik dari ratusan suku bangsa kita yang mempunyai aneka ragam kebudayaan yang berbeda satu dengan lannya. Namun kiranya tesis yang mengatakan demikian serasa terbantahkan utuk klaim atas tarian Pendet (Bali). Betapa tidak tarian yang sangat populer dan dikembangkan oleh masyarakat Bali serta merta dianggap kepunyaan Malaysia. Walau terdapat bantahan dari kedubes Malaysia yang diwakilkan oleh 3 korang kuasa usaha sementara kedutaan besar Malaysia (KR. 25 Agustus 2009) bahwa pemerintah malaysia tidak pernah mengklaim dan yang ada selama ini ialah salah paham dan iklan yang diproduksi tersebut ialah produksi swasta. Ini merupakan sesuatu hal yang tidak masuk akal bagai mana tidak iklan visit malaysia year beredar tanpa sepengetahuan pemerintah malaysia?.
Sebagai bangsa yag besar kita harus mengkoreksi diri ada apa sebenarnya dibalik semua peristiwa klam mengkalam itu.
Rabu, 26 Agustus 2009
Selasa, 25 Agustus 2009
Padri
Senin, 24 Agustus 2009
Pada bulan puasa tahun 1818, Thomas Standford Raffles memasuki pedalaman Minangkabau. Ia ingin menemukan kerajaan Pagaruyung.
Menurut cerita, kerajaan ini tegak sebelum Islam datang, tapi sejak orang Portugis mendatanginya di tahun 1648 ia tak pernah lagi diketahui orang luar. Pagaruyung hidup bagaikan sebuah kerajaan dongeng, berlanjut sampai hari ini.
Syahdan, Raffles praktis tak menemukan petilasan apa pun. Yang dilihatnya cuma seonggok puing yang dibatasi pohon buah dan nyiur. Tapi, seperti ditulis dengan menarik oleh Jeffrey Hadler dalam Muslims and Matriarchs, (NUS Press, 2009), Raffles mampu merekonstruksi sebuah masa lalu dari fantasi hingga jadi sejarah, mungkin melalui “a feat of archeological alchemy”. Maka lahirlah Pagaruyung yang megah tapi tak bersisa. Konon ia tiga kali terbakar dan reruntuhannya terabaikan selama Perang Padri yang waktu itu baru tiga tahun berlangsung.
Bagi Raffles, (ia masih Letnan-Gubernur Inggris di Bengkulu), tema itu penting. Ia seorang Inggris yang tertarik kepada apa saja yang “India”, dan ingin membuktikan adanya kekuasaan Hindu-Melayu yang kemudian runtuh karena datangnya Islam. Tersirat dalam pandangannya, Islam adalah kekuatan pendatang yang tak membangun apa-apa.
Apalagi Islam, bagi Raffles, adalah Islam sebagaimana ditampakkan kaum Padri: sejumlah orang berjubah putih dan bersorban dalam pelbagai bentuk, berjanggut pula, dan jadi variasi lokal dari kaum Wahabi yang keras dan sewenang-sewenang di gurun pasir Arabia.
Pandangannya tentang Islam tak ramah tapi dalam satu hal Raffles tak sepenuhnya salah. Kaum Wahabi yang menguasai Mekkah sejak 1806 sampai dengan 1812 mengumandangkan ajaran yang menampik tafsir apapun tentang Qur’an. Mereka dengan keras menuntut agar kaum muslimin kembali ke teks kitab suci dan Hadith, (seakan-akan sikap mereka sendiri bukan sebuah tafsir), dan di Hijaz mereka bakar kitab, mereka hancurkan kubur dan tempat ziarah, dan mereka habisi orang-orang yang tak sepaham.
Di masa itulah tiga orang haji dari Minangkabau pulang. Mereka tak bisa lagi menerima kebudayaan Minangkabau yang matriarkat. Penampikan mereka radikal. Haji Miskin, salah seorang dari ketiga haji itu, mendirikan desa-desa yang dilingkari tembok, dan mencoba menerapkan sejenis budaya Arab di wilayah pedalaman Sumatra Barat itu.
Sikap radikal itu membuka jalan kekerasan. Dalam buku Hadler dikutip laporan bagaimana Tuanku nan Renceh membunuh bibinya sendiri. Jihad pun dimaklumkan terhadap lapisan sosial yang matriarkal, rumah-rumah gadang dibumihanguskan dan para pemimpin adat dibunuh. Pada 1815, dengan pura-pura mengundang berunding, kaum Padri membinasakan keluarga kerajaan Pagaruyung di dekat Batusangkar.
Baru pada 1821 kekuasaan kolonial Belanda masuk ke kancah sengketa. Tapi konflik bersenjata itu masih panjang, dan barus habis setelah 27 tahun. Apa sebenarnya yang didapat?
Kerusakan, tentu, tapi juga satu titik, ketika orang menyadari bahwa tiap tatanan sosial dibentuk oleh kekurangannya sendiri. Kaum Padri bisa mengatakan bahwa Islam adalah sebuah jalan lurus. Tapi jalan yang paling lurus sekali pun tetap sebuah jalan: tempat orang datang dari penjuru yang jauh dan dekat, berpapasan, tak menetap. Yang menentukan pada akhirnya bukanlah bentuk jalan itu, melainkan orang-orang yang menempuhnya. Islam jalan lurus, tapi Minangkabau akhirnya tak seperti yang dikehendaki kaum Padri.
Orang yang cukup arif untuk menerima ketidak-sempurnaan itu adalah Tuanku Imam Bonjol. Muslims and Matriarchs -- yang dipuji Sejarawan Taufik Abdullah sebagai salah satu buku terbaik tentang Minangkabau selama dua dasawarsa terakhir – menampilkan segi yang menarik dalam hidup tokoh ini.
Imam Bonjol bukanlah tokoh paling agresif dalam gerakan Padri. Tapi sudah sejak awal 1800-an ia ikut membentuk sebuah bentang Padri di Alahan Panjang. Kemudian ia pindah ke Bonjol, yang jadi pusat yang kaya karena berhasil mengumpulkan hasil jarahan perang. Dari sini ia mengatur pembakaran di Koto Gadang dan peng-Islam-an masyarakat Batak di Tapanuli Selatan. Imam Bonjol ulung dalam pertempuran, juga ketika menghadapi pasukan Belanda, karena ia menguasai sumber padi dan tambang emas yang menjamin suplai yang tetap bagi pasukannya.
Tapi ia bukan seorang yang membabi buta dalam soal ajaran. Memoarnya, Naskah Tuanku Imam Bonjol, menyebutkan bagaimana pada suatu hari ia bimbang: benarkah yang dijalankannya sesuai dengan Qur’an? Selama delapan hari ia merenung dan akhirnya ia mengirim empat utusan ke Mekkah. Pada 1832 utusan itu kembali dengan kabar: kaum Wahabi telah jatuh dan ajaran yang dibawa Haji Miskin dinyatakan tak sahih.
Maka Imam Bonjol pun berubah. Ia mengundang rapat akbar para tuanku, hakim, dan penghulu. Ia mengumumkan perdamaian. Ia kembalikan semua hasil jarahan perang. Ia berjanji tak akan mengganggu kerja para kepada adat. Sebuah kompromi besar berlaku. Di tahun 1837, administratior Belanda mencatat bagaimana masyarakat luas menerima formula yang lahir dari keputusan Imam Bonjol itu: “Adat barsan di Sarak dan Sarak barsan di Adat”.
Akhirnya, syariat Islam ternyata tak bisa berjalan sendiri – juga seandainya perang Padri diteruskan. Paguruyung tersisa atau tidak, kerajaan pra-Islam itu hanya mitos atau bukan, tapi ada sesuatu yang tetap bertahan dari masa lampau – sesuatu yang tak tertangkap oleh hukum apapun, sesuatu Entah yang ada bersama sejarah.
Goenawan Mohamad
sumber: http://tempointeraktif.com
Pada bulan puasa tahun 1818, Thomas Standford Raffles memasuki pedalaman Minangkabau. Ia ingin menemukan kerajaan Pagaruyung.
Menurut cerita, kerajaan ini tegak sebelum Islam datang, tapi sejak orang Portugis mendatanginya di tahun 1648 ia tak pernah lagi diketahui orang luar. Pagaruyung hidup bagaikan sebuah kerajaan dongeng, berlanjut sampai hari ini.
Syahdan, Raffles praktis tak menemukan petilasan apa pun. Yang dilihatnya cuma seonggok puing yang dibatasi pohon buah dan nyiur. Tapi, seperti ditulis dengan menarik oleh Jeffrey Hadler dalam Muslims and Matriarchs, (NUS Press, 2009), Raffles mampu merekonstruksi sebuah masa lalu dari fantasi hingga jadi sejarah, mungkin melalui “a feat of archeological alchemy”. Maka lahirlah Pagaruyung yang megah tapi tak bersisa. Konon ia tiga kali terbakar dan reruntuhannya terabaikan selama Perang Padri yang waktu itu baru tiga tahun berlangsung.
Bagi Raffles, (ia masih Letnan-Gubernur Inggris di Bengkulu), tema itu penting. Ia seorang Inggris yang tertarik kepada apa saja yang “India”, dan ingin membuktikan adanya kekuasaan Hindu-Melayu yang kemudian runtuh karena datangnya Islam. Tersirat dalam pandangannya, Islam adalah kekuatan pendatang yang tak membangun apa-apa.
Apalagi Islam, bagi Raffles, adalah Islam sebagaimana ditampakkan kaum Padri: sejumlah orang berjubah putih dan bersorban dalam pelbagai bentuk, berjanggut pula, dan jadi variasi lokal dari kaum Wahabi yang keras dan sewenang-sewenang di gurun pasir Arabia.
Pandangannya tentang Islam tak ramah tapi dalam satu hal Raffles tak sepenuhnya salah. Kaum Wahabi yang menguasai Mekkah sejak 1806 sampai dengan 1812 mengumandangkan ajaran yang menampik tafsir apapun tentang Qur’an. Mereka dengan keras menuntut agar kaum muslimin kembali ke teks kitab suci dan Hadith, (seakan-akan sikap mereka sendiri bukan sebuah tafsir), dan di Hijaz mereka bakar kitab, mereka hancurkan kubur dan tempat ziarah, dan mereka habisi orang-orang yang tak sepaham.
Di masa itulah tiga orang haji dari Minangkabau pulang. Mereka tak bisa lagi menerima kebudayaan Minangkabau yang matriarkat. Penampikan mereka radikal. Haji Miskin, salah seorang dari ketiga haji itu, mendirikan desa-desa yang dilingkari tembok, dan mencoba menerapkan sejenis budaya Arab di wilayah pedalaman Sumatra Barat itu.
Sikap radikal itu membuka jalan kekerasan. Dalam buku Hadler dikutip laporan bagaimana Tuanku nan Renceh membunuh bibinya sendiri. Jihad pun dimaklumkan terhadap lapisan sosial yang matriarkal, rumah-rumah gadang dibumihanguskan dan para pemimpin adat dibunuh. Pada 1815, dengan pura-pura mengundang berunding, kaum Padri membinasakan keluarga kerajaan Pagaruyung di dekat Batusangkar.
Baru pada 1821 kekuasaan kolonial Belanda masuk ke kancah sengketa. Tapi konflik bersenjata itu masih panjang, dan barus habis setelah 27 tahun. Apa sebenarnya yang didapat?
Kerusakan, tentu, tapi juga satu titik, ketika orang menyadari bahwa tiap tatanan sosial dibentuk oleh kekurangannya sendiri. Kaum Padri bisa mengatakan bahwa Islam adalah sebuah jalan lurus. Tapi jalan yang paling lurus sekali pun tetap sebuah jalan: tempat orang datang dari penjuru yang jauh dan dekat, berpapasan, tak menetap. Yang menentukan pada akhirnya bukanlah bentuk jalan itu, melainkan orang-orang yang menempuhnya. Islam jalan lurus, tapi Minangkabau akhirnya tak seperti yang dikehendaki kaum Padri.
Orang yang cukup arif untuk menerima ketidak-sempurnaan itu adalah Tuanku Imam Bonjol. Muslims and Matriarchs -- yang dipuji Sejarawan Taufik Abdullah sebagai salah satu buku terbaik tentang Minangkabau selama dua dasawarsa terakhir – menampilkan segi yang menarik dalam hidup tokoh ini.
Imam Bonjol bukanlah tokoh paling agresif dalam gerakan Padri. Tapi sudah sejak awal 1800-an ia ikut membentuk sebuah bentang Padri di Alahan Panjang. Kemudian ia pindah ke Bonjol, yang jadi pusat yang kaya karena berhasil mengumpulkan hasil jarahan perang. Dari sini ia mengatur pembakaran di Koto Gadang dan peng-Islam-an masyarakat Batak di Tapanuli Selatan. Imam Bonjol ulung dalam pertempuran, juga ketika menghadapi pasukan Belanda, karena ia menguasai sumber padi dan tambang emas yang menjamin suplai yang tetap bagi pasukannya.
Tapi ia bukan seorang yang membabi buta dalam soal ajaran. Memoarnya, Naskah Tuanku Imam Bonjol, menyebutkan bagaimana pada suatu hari ia bimbang: benarkah yang dijalankannya sesuai dengan Qur’an? Selama delapan hari ia merenung dan akhirnya ia mengirim empat utusan ke Mekkah. Pada 1832 utusan itu kembali dengan kabar: kaum Wahabi telah jatuh dan ajaran yang dibawa Haji Miskin dinyatakan tak sahih.
Maka Imam Bonjol pun berubah. Ia mengundang rapat akbar para tuanku, hakim, dan penghulu. Ia mengumumkan perdamaian. Ia kembalikan semua hasil jarahan perang. Ia berjanji tak akan mengganggu kerja para kepada adat. Sebuah kompromi besar berlaku. Di tahun 1837, administratior Belanda mencatat bagaimana masyarakat luas menerima formula yang lahir dari keputusan Imam Bonjol itu: “Adat barsan di Sarak dan Sarak barsan di Adat”.
Akhirnya, syariat Islam ternyata tak bisa berjalan sendiri – juga seandainya perang Padri diteruskan. Paguruyung tersisa atau tidak, kerajaan pra-Islam itu hanya mitos atau bukan, tapi ada sesuatu yang tetap bertahan dari masa lampau – sesuatu yang tak tertangkap oleh hukum apapun, sesuatu Entah yang ada bersama sejarah.
Goenawan Mohamad
sumber: http://tempointeraktif.com
Senin, 03 Agustus 2009
PENYELIDIKAN PREHISTORY
Masa kini adalah jumlah hidup dari masa sebelumnya. Untuk sekedar mengerti akan makna masa silam itu, untuk memahami bagaimana tumbuh serta terjadinya segala apa, menjadilah suatu keharusan dan kewajiban untuk mengusut dan mempelajari dokumen-dokumen dan peniggalan-peninggalan yang berasal dari masa silam itu, selama masih mungkin, dan sisa-sisanya masih ada. Tiada kurangnya mengenai masa lampau yang sejauh-jauhnya, ialah prehistory, yang meliputi bagian terbesar kurang lebih 99% dari sejumlah waktu adanya umat manusia.
Dokumen-dokumen tadi tersembunyi dalam lapisan-lapisan bumi yang sangat tua, untuk menimbulkannya kembali dengan jalan penggalian yang sistematis dan kemudian untuk mempelajarinya, adalah tugas adalah dipikulkan kepada ahli prehistory dari dinas purbakala.
Evolusi manusia, dipandang dari sudut padang anatomi dan kebudayaan tidak selalu berrti kemajuan. Adakalanya berhenti, ada waktunya jatuh dan disuatu tempat musnah. Tetapi dari runtuhan tersebut kebanyakan timbullah sesuatu yang lebih baik. Jenis-jenis manusia datang dan lenyap kembali dari bumi. Peradaban-peradaban timbul, berkembang dan runtuh atau terkubur dalam kebudayaan lain. Tetapi corak umumnya selalu ialah kemajuan.
Semakin jauh kita mengikuti manusia ke dalam masa silam, semakin nampak manusia itu menjadi bagian dari alam dan dari lingkungannya yang menguasainya sepenuhnya. Baru kemudian sekali manusia belajar untuk menaklukan dan menguasahi alam dalam berbagai hal.
Makhluk-mahluk pertama yang bersifat manusia di Indonesia ialah seperti Phitecanthropus Erectus (Manusia kera yang berjalan tegak) dari Trinil, masih banyak memiliki sifat kebinatangan. Kepalanya seperti kepala kera, tak berdagu, tak tegas lengkungan dahinya, dan diatas kelopak mataya tulangnya menonjol tebal. Otaknya lebih sedikit besarnya daripada otak manusia sekarang. Tetapi anggota badannya telah sama sekali seperti kepunyaan manusia. Bahwa mahluk ini adalah manusia sekarang ini tidak lagi disangsikan. Ternyata mereka telah dapat membuat alat-alat kasar dari batu, bahkan membuat api. Dan binatang manakah yang dapat meniru? Manusia kera itu hidupnya masih sengsara (sederhana sekali), yang dimakan ialah yang ia dapatkan dari lingkungannya, jadi sebagaimana ia peroleh dari alam dalam keadaan sewajarnya. Tak ada dalam pikirannya bertindak mengatur sendiri untuk menjaga, menambah, makanan dengan bercocok tanam dan memeliharanya. Hari esok tak masuk dalam pikirannya apa yang ia tangkap, yang ia dapat, segeralah dimakan. tak pernah ia menyimpan guna persediaan. Hidup berkeluarga pasti telah dikenal, tetapi apakah ia telah dapat berbicara tidaklah diketahui.
Penyelidikan terhadap bekas-bekas yang tertua dari umat manusia sifatnya masih bercorak ilmu alam sama sekali. Yang menjadi dasar ialah Geologi dan Paleantologi. Sisa-sisa rangka yang telah membatu dan alat-alat batu itu ditemukan dalam bekas-bekas lahar dan lapisan tanah pengendapan kali dan laut zaman dahulu, terutama di Jawa, tetapi belum lama berselang untuk pertama kalinya juga di Sulawesi Selatan.
Sisa-sisa rangka dan tengkorak dari Pithecanthropus, dari manusia Solo yang mewakili tingkat sederhana dari manusia Neanderthal yang hidup nya sebelum jenis-jenis manusia sekarang, kemudian sisa-sisa dari manusia Wajak yang yang mengalahkan kita karena otaknya lebih besar dari pada manusia modern. Selanjutnya alat-alat bantu dari Pacitan, ialah alat-alat penetak terbuat dari batu-batu kali yang dipecahkan dan dikerjakan pada satu sisi saja secara kasar. Cara demikian itu menjadi sebagian dari lingkungan kebudayaan besar dari lingkungan kebudayaan besar yang terdapat diseluruh Asia Tenggara. Di Tiongkok utara terdapatnya bersama-sama dengan bagian-bagian rangka manusia Peking yang mirip sekali kepada Pithecanthropus Erectus dari Jawa. Suban-suban dan bilah-bilah batu yang dipangkan secara teratur dari batu terasnya, yang dihadapkan di Sangiran di Jawa dan Cabenge di Sulawesi Selatan. Dan alat-alat penetak yang terbuat dari tanduk-tanduk rusa yang telah habis mati, dari Ngandong di lembah kali Solo.
Tak disatu tempatpun didunia ini telah ditemukan demikian banyaknya bermacam-macam manusia fosil seperti di Jawa, meskipun penyelidikan-penyelidikannya masih sangat bersifat sementara. Pendapatan-pendapatan tersebut menjadi pusat minat ilmu pengetahuan oleh karena mengenai masa yang mula-mula sekali dari pertumbuhan bentuk serta perkembanga umat manusia. Menjelang peperangan ditemukan sisa-sisa dari semacam raksasa yang hidup di Jawa setengah juta tahun yang lalu.
Kita sekarang mengetahui binatang apa saja yang hidup bersamaan waktunya dengan manusia-manusia tertua itu. Tingkatan rendah dari gajah, kudanil, hyena, rusa, badak, jenis kerbau, dan harimau raksasa. Binatang-binatang ini telah lama musnah dari bumi. Seandainya tak diketemukan kembali fosil-fosil tulang belulang mereka, tak pernahkah kita akan mengetahui sedikitpun dari adanya mereka.
Dengan istilah geologi kepulauan Indonesia itu umumya demikian mudanya (kebanyakan baru timbul diatas permukaan laut pada zaman ahir masa TERTIAIR sehingga tak mungkinlah bahwa binatang-binatang dan manusia itu terjadinya disini. Mereka harus datang kemari dari benua Asia. Dengan berenang? Tak dapatlah binatang menyusui itu. Tetapi selama zamn es dimana tepatnya permukaan air lut turun hingga kurng lebih 100 meter, menjadikan laut jawa yang dangkal berubah menjadi tanah. Maka terjadilah titian itu tanah yang menghubungkan pulau-pulau Sunda besar dengan Daratan Asia melalui Semenanjung Malaka. Melewati titian itu datanglah binatang-binatang menyusui yang besar dan mendiami kepulauan kita sekarang ini. Perhubungan itu terjadi berulang-ulang , tetapi terputus sesekali jika air laut naik. Pada zaman es luas tanah wilayah kita lebih besar daripada sekarang ini. Saat itu laut Jawa menjadi tanah Pula. Diamana dilalui sungai yang sangat besar sekali, lebih besar daripada sungai Misisipi. Bengawan ini juga yang membawa air dari kali-kali di Kalimantan Barat dan Bagian timur Sumatra dan ahirnya bermuara di Laut Tiongkok Selatan.
Semua binatang menyusui dan manusia-manusia tertua sudah lama sekali musnah. Tetapi mereka digantikan oleh manusia-manusia dan biatang lainnya. Orang-orang kemudian hampir secara bersamaan waktu datang mendiami Indonesia semua termasuk jenis Homo Sapiens (jenis yang meliputi seluruh umat manusia yang hidup sekarang).Yang masuk kekepulauan ini dengan melalui Malaka dan Filipina adalah suku-suku bangsa AUSTRALO-MELANOSOIDE, WEDDA, dan NEGRITO. Manusia-manusia ini tingkat peradabanya masih sangat sederhana diamana mereka sebagai pemburu dan mengumpulkan makanan, dan masing-masing diantara mereka ialah memepunyai kebudayaannya masing-masing yang berbeda-beda. Pada suatu waktu kira-kira pada enam ratus ribu tahun yang lalu, sudah ada kecondongan kearah tinggal menetap untuk waktu yang lama, seperti di tepi-tepi pantai yang kaya akan kerang-kerang, dan menjamin adanya makanan, terutama untuk waktu yang lama. Mereka hidup setengah mengembara. Mereka tinggal secara berkelompok antara 40 hingga 100 orang. Pembagian kerja sudah ada terutama didasarkan atas jenis kelamin.
Bentuk kebudayaan yang pertama ialah saat dari batu kali yang dikerjakan sebelah sisi saja secara kasar dan biasanya berbentuk lonjong. Dengan alat-alat tersebut dipancunglah kerang-kerang itu dari batu karangnya. Setelah dimakan isinya, kulit kerang tersebut dilempar begitusaja, sehingga tertimbun hingga bermeter-meter tingginya. Dalam timbunan kerang tersebut kelak ditanam pula mayat-mayat penduduk disana. Mayat-mayat itu telah dirawat baik-baik, kadang dikubur dengan dilipat lututnya, ada kalanya yang mati diberi bawaan di kuburannya berupa kulit-kulit kerang yang berlobang, dan ada yang ragkanya ditebari sejenis cat merah. Kecuali dipiggir-pinggir pantai orang pada masa itu juga mendiami gua-gua. Kebudayaan itu datang dari penduduk yang masuk melalui Malaka, Karena bekas-bekasnya yang terutama ditemukan di Sumatra timur laut sampai Tonkin. Pendukung kebudayaan ini adalah orang-orang yang berkepala panjang, bergigi besar dan bercorak AUTRALO-MELANOSOIDE.
Adapun bentuk kebudayaan kedua jauh lebih beragam lagi dan megenal jauh lebih banyak alat-alat. Alat-alat yang berupa seperti pecahan-pecahan hasil dipukulinya batu dengan cara tertenu dan selanjutnya lagi dikerjakan secara teliti menjadi pisau, alat pengeruk, penggores, Ujung lembing, Ujung Panah, Gurdi, Pengait, ada yang dari batu ada pula yang dari tulang. Semuanya berasal dari kebudayaan MIKROLITHIKUM. Kebanyakan didapatkan dari dalam gua-gua di Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan juga disekeliling danau seperti di dataraan tinggi Bandung, Dan dataran Kerinci. Jenis batu yang sering digunakan seringkali sangat indah. Diataranya ialah jenis Chalcedon dan Obsidian. Pendekatan yang menjadi bahan ialah bahan jenis batu yang mudah dibelah namun keras. Alat-alat tersebut sering digunakan sebagai berburu dan menangkap ikan.
Rangka-rangka manusia dari kebudayaan ini tidak kita kenal karena mayat-mayatnya tidak ditanam didalam gua melainkan diatas pohon. Setelah beberapa lama tulang-tulang tersebut dibagikan kepada ahli warisnya sebagai tanda peringatan. Dibawanya tulang belulag ini kemana-mana seringkali bertahun-tahun untuk mengingat orang yang telah mati. Yang di ketemukan kembali dari penggalian hanyalah sebagian kecilnya saja, teruatama tulang-tulang rahang bawah dan bagian atas dari tengkorak. Lebih jaeang diketemukan ialah bagian bawah rangka. Sisa-sisa tersebut selalu menunjukan berasal dari jenis manusia yang kecil dan bergigi kecil pula. Kebudayaan ini telah mengenal TOTENISME CLAN. cat merah banyak digunakan untuk mengulasi muka dan tubuh pada waktu diadakan upacara. Masyarakat juga telah pandai mengukir batu karang baik gambar binatang, bintang, dan cap-cap tangan atas dasar bercat merah. Pada lukisan seekor babi hutan sedang, meloncat yang belum lama diketemukan di Sulawesi Selatan, pada bagian jantungnya sebuah tanda mirip kepada ujung tombak, dengan memberikan tanda itu orang pada masa tersebut berpendapat akan bisa menguasahi binatang-binatang buruan dan mempunyai kepastian akan berhasilnya nanti jika berburu. Jadi WISHFUL PAINTIG. Aneh dari penjelmaan yang tertua dari seni yang bersandar sihir itu bukannya corat-coret anak kecil, melainkan sebaliknya menunjukan kepandaian luar biasa dan perasaan seni yang tinggi. Kebudayaan tersebut masuk nusantara melalui Filipina.
Bentuk kebudayaan yang ketiga tidak begitu jelas, namun peninggalannya nampak pada gua Samping, maka kebudayaan tersebut rupa-rupanya hanya mengenal alat-alat dari tulang dan tanduk. Rangka-rangka manusia di dalam gua itu menunjukan suatu bangsa yang mempunyai sifat-sifat PAPUA-MALANESIA dan WEDDIDE. Pekerjaan mengurus mayat banyak mendapatkan perhatian. Mayat-mayat itu ditanam, ditidurkan miring dan kakinya dilipat dan kadang-kadang tangannya disedekapkan menutupi mukanya, dan ada pula yang diberikan barang bawaan berupa kalung yang dibuat dari kulit-kulit kerang. dan gigi-gigi binatang buas yang dilubangi.
Sampai kini kita belum bicara mengenai manusia Indonesia. Sebab meskipun terasa sangat janggal bangsa Indonesia bukan penduduk asli dari Indonesia, sebagaimana dapat diketahui dari uraian diatas, mereka baru kemudian sekali baru datang ke kepulauan nusantara dari negeri asal mereka tinggalkan paling lama 4000 tahun yang lalu. Negeri asal ini sangat mungkin sekali letaknya di daerah YUNAN. Mereka datang kemari dengan menggunakan perahu-perahu bercadik yang tidak diberi layar. Mereka masih menggunakan alat-alat dari batu dan telah bercocok tanam dan berternak.
Mereka megusahakan padi dan Jawut. Mereka memelihara kerbau untuk kendaraan dan korban, juga babi dan ayam. Mereka tinggal dirumah-rumah paggung yang besar dan berbentuk persegi panjang. Selajutnya mereka telah pandai membakar periuk belanga, tetapi belum menggunakan roda landasan. Pakaian mereka dibuat dari kulit kayu. Rumah-rumah dan perkakas mereka seringkali digambari dengan hiasa-hiasan geometris yang indah. Memanglah banyak bekas yang mereka tinggalkan. Para petani sering kali menemukaan saat membajak dan barang itu seringkali dianggap gaib dan beliung-beliung batu berbentuk persegi panjang dan telah diumpam itu dinamakn gigi guntur.
Zaman ini adalah yang paling penting untuk perkembangan kebudayaan selanjutnya di Indonesia, oleh karena menjadi dasar pembentukkan kemasyarakatan pada masa kini. Penyelidikan dengan penggalian masih terlalu sedikit dilakukan. Hanya beberapa saja di Jawa dan Sulawesi. Sebab sebnya ialah bahwa kenyataan demikian bahwa tempat-tempat kediaman itu sukar sekali diusut. Di daerah-daerah yang kaya akan bahan-bahan batu seperti gunuungung sewu terdapat banyak tempat-tempat guwa pembikinan alat-alat batu seperti kapak-kapak dan ujung –ujung panah.
Agaknya setelah kebudayaan ini, Indonesia tidak mengenal zman perunggu yang sesungguhnya. Sebab sangat sergera disusul oleh zaman besi. Maka dari itu lebih baik untuk mengatakan zaman logam tua yang mengenal alat-alat dari perunggu maupun besi. Tetapi hal inin tidak mengurangi kenyatan bahwa pengaruh-pengaruh zman perunggu dari Indo Cina dan Tiongkok selatan sangat mendalam sekali dan sampai kini masih seringkali nyata pada seni hias zaman sekarang. Hasil-hasil tertua dari zaman perunggu itu tak terdapat di negeri ini. Sekonyong-konyong kita melihat benda-bend perunggu uyang indah-indah, kapak sepatu, Ujung Lembing, Nekara, dan juga monumen-monumen Megalitikum pun Pahatan-pahatan indah dari kayu dan batu. Kita dapat membwdakan dengan nyata dua corak dalam ornamental. Keduanya berlainan asalnya.
Sebagaimana dapat nyata dengan jelas maka di Indonesia Kebudayaan itu dapat berkembang degan sesubur-suburnya ditempt-tempat yang mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan hubungan kebudayaan. Sebaliknya didaerah-daerah yang terpencil atau di pulau-pulau yang terpisah dan sukar dicapai kebudayaan tersebut membeku. Untuk melepaskan suku-suku bangsa ini dari kedudukannya yang terpencil adalah suatu masalah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia.
Seorang prehistoranicus hidupnya penuh pengalaman yang bergilir berganti. Sering ia harus berpergian jauh. Sewbagian Waktunya ia gunakan untuk penggalian-penggalian, seringkali harus jauh dari keenakan hidup. Waktu selebihnya ialah ada di kmar belajar. Seorang prehistoricus harus memiliki keberanian dan fantasi untuk dapat menyusun hypothese-hypothesenya. Akan tetapi jika ia mulai mengadakan penggalian maka betapa menyenangkan juga, pekerjaan itu harus dilakukan dengan exact sekali denga menggunakan alat pengukur yang tepat. Ia juga harus memiliki rasa tanggungjawab dan harus selalu berusaha untuk meemperbaiki dan menyempurnakan cara-caranya bekerja. Ia harus menginsafi, bahwa jika suatu penggalian tidak dilakukan menurut aturan yang tepat , maka tempat penemuan itu bagi ilmu pengetahuan hilang lenyap untuk selamanya. Tidak hanya semua barang temuan yang harus dicatat akan letaknya dengan teliti tetapi pun keadan-keadaan di sekelilingnya harus diperhatikan . Warna lain di dalam tanah, bekas-bekas abu, semuanya kelak akan dapat ternyata penting. Selanjutnya peta-peta penggalian dan foto-foto dari pekerjaan yang dilakukan harus sedemikian rupa , sehingga kelak jika dikehendaki sedala-galanya dapat direkonstruksi. Dengan demikian 50 tahun yang kemudian misalnya prehistoricus itu dapat menyelidiki dan memepelajari soal itu lagi sebab ilmu pengetahuan itu tidak berhenti saja. Apa yang hari ini belum diketahui barang kali kelak akan menjadi hal yang seterang-terangnya. Setelah penggalian itu selesai,. Maka mulailah pekerjaan di dalam kamar belajar, dan semua barang-barang temuan yang telah diberi nomor, dipilah-pilah dan dipelajari. Sekarang Prehistoricus itu bertindak sebagai seorang redaktur. Prehistori itu meliputi ilmu-ilmu pengetahuan demikian banyaknya sehingga pertolongan dari ahli-ahli khusus tak mungkin diabaikan untuk menjamin hasil sebaik-baiknya. Untuk itu bekas-beks binatang yang telah membatu dikirimkan padaahli Paleoantologi, untuk dipelajari lebih lanjut, sisa-sisa neo fauna kepadaahli zoology, sisa-sisa manusia diserahkan pada ahli antropololgi, dan contoh-contoh tanah diserahkan pad ahli tanah. Jika padatulang-tulang yang telah membatu terdapat karat-karat maka hal ini harus diselidiki di labolatorium, secara mineralogy.
Jika dengan demikin segala bahan telah terkumpul, haruslah dibuat satu laporan dari bahan-bahan yang terkumpul itu. Barangkali prehistoricus itu menarik kesimpulan-kesimpulan yag tertentu dan dapat sampai kepada penentuan umur yang nisbah atau yang mutlak.
Penyelidikan tanah di negeri ini masih sangt muda disi masih terbuka lapangan yang luas sekali dengan kemungkinan-kemungkinan yng menggetarkan jiwa. Di India sudah ada berbagai ahli prehistori yang berpendidikan baik sekali. Bilamanakah calon Prehistoricus bangsa Indonesia yang pertama mencatatkan dirinya, untuk dapat melanjutkan pekerjaan kami di kemudian hari.
H.R. Van Heekeren
Dokumen-dokumen tadi tersembunyi dalam lapisan-lapisan bumi yang sangat tua, untuk menimbulkannya kembali dengan jalan penggalian yang sistematis dan kemudian untuk mempelajarinya, adalah tugas adalah dipikulkan kepada ahli prehistory dari dinas purbakala.
Evolusi manusia, dipandang dari sudut padang anatomi dan kebudayaan tidak selalu berrti kemajuan. Adakalanya berhenti, ada waktunya jatuh dan disuatu tempat musnah. Tetapi dari runtuhan tersebut kebanyakan timbullah sesuatu yang lebih baik. Jenis-jenis manusia datang dan lenyap kembali dari bumi. Peradaban-peradaban timbul, berkembang dan runtuh atau terkubur dalam kebudayaan lain. Tetapi corak umumnya selalu ialah kemajuan.
Semakin jauh kita mengikuti manusia ke dalam masa silam, semakin nampak manusia itu menjadi bagian dari alam dan dari lingkungannya yang menguasainya sepenuhnya. Baru kemudian sekali manusia belajar untuk menaklukan dan menguasahi alam dalam berbagai hal.
Makhluk-mahluk pertama yang bersifat manusia di Indonesia ialah seperti Phitecanthropus Erectus (Manusia kera yang berjalan tegak) dari Trinil, masih banyak memiliki sifat kebinatangan. Kepalanya seperti kepala kera, tak berdagu, tak tegas lengkungan dahinya, dan diatas kelopak mataya tulangnya menonjol tebal. Otaknya lebih sedikit besarnya daripada otak manusia sekarang. Tetapi anggota badannya telah sama sekali seperti kepunyaan manusia. Bahwa mahluk ini adalah manusia sekarang ini tidak lagi disangsikan. Ternyata mereka telah dapat membuat alat-alat kasar dari batu, bahkan membuat api. Dan binatang manakah yang dapat meniru? Manusia kera itu hidupnya masih sengsara (sederhana sekali), yang dimakan ialah yang ia dapatkan dari lingkungannya, jadi sebagaimana ia peroleh dari alam dalam keadaan sewajarnya. Tak ada dalam pikirannya bertindak mengatur sendiri untuk menjaga, menambah, makanan dengan bercocok tanam dan memeliharanya. Hari esok tak masuk dalam pikirannya apa yang ia tangkap, yang ia dapat, segeralah dimakan. tak pernah ia menyimpan guna persediaan. Hidup berkeluarga pasti telah dikenal, tetapi apakah ia telah dapat berbicara tidaklah diketahui.
Penyelidikan terhadap bekas-bekas yang tertua dari umat manusia sifatnya masih bercorak ilmu alam sama sekali. Yang menjadi dasar ialah Geologi dan Paleantologi. Sisa-sisa rangka yang telah membatu dan alat-alat batu itu ditemukan dalam bekas-bekas lahar dan lapisan tanah pengendapan kali dan laut zaman dahulu, terutama di Jawa, tetapi belum lama berselang untuk pertama kalinya juga di Sulawesi Selatan.
Sisa-sisa rangka dan tengkorak dari Pithecanthropus, dari manusia Solo yang mewakili tingkat sederhana dari manusia Neanderthal yang hidup nya sebelum jenis-jenis manusia sekarang, kemudian sisa-sisa dari manusia Wajak yang yang mengalahkan kita karena otaknya lebih besar dari pada manusia modern. Selanjutnya alat-alat bantu dari Pacitan, ialah alat-alat penetak terbuat dari batu-batu kali yang dipecahkan dan dikerjakan pada satu sisi saja secara kasar. Cara demikian itu menjadi sebagian dari lingkungan kebudayaan besar dari lingkungan kebudayaan besar yang terdapat diseluruh Asia Tenggara. Di Tiongkok utara terdapatnya bersama-sama dengan bagian-bagian rangka manusia Peking yang mirip sekali kepada Pithecanthropus Erectus dari Jawa. Suban-suban dan bilah-bilah batu yang dipangkan secara teratur dari batu terasnya, yang dihadapkan di Sangiran di Jawa dan Cabenge di Sulawesi Selatan. Dan alat-alat penetak yang terbuat dari tanduk-tanduk rusa yang telah habis mati, dari Ngandong di lembah kali Solo.
Tak disatu tempatpun didunia ini telah ditemukan demikian banyaknya bermacam-macam manusia fosil seperti di Jawa, meskipun penyelidikan-penyelidikannya masih sangat bersifat sementara. Pendapatan-pendapatan tersebut menjadi pusat minat ilmu pengetahuan oleh karena mengenai masa yang mula-mula sekali dari pertumbuhan bentuk serta perkembanga umat manusia. Menjelang peperangan ditemukan sisa-sisa dari semacam raksasa yang hidup di Jawa setengah juta tahun yang lalu.
Kita sekarang mengetahui binatang apa saja yang hidup bersamaan waktunya dengan manusia-manusia tertua itu. Tingkatan rendah dari gajah, kudanil, hyena, rusa, badak, jenis kerbau, dan harimau raksasa. Binatang-binatang ini telah lama musnah dari bumi. Seandainya tak diketemukan kembali fosil-fosil tulang belulang mereka, tak pernahkah kita akan mengetahui sedikitpun dari adanya mereka.
Dengan istilah geologi kepulauan Indonesia itu umumya demikian mudanya (kebanyakan baru timbul diatas permukaan laut pada zaman ahir masa TERTIAIR sehingga tak mungkinlah bahwa binatang-binatang dan manusia itu terjadinya disini. Mereka harus datang kemari dari benua Asia. Dengan berenang? Tak dapatlah binatang menyusui itu. Tetapi selama zamn es dimana tepatnya permukaan air lut turun hingga kurng lebih 100 meter, menjadikan laut jawa yang dangkal berubah menjadi tanah. Maka terjadilah titian itu tanah yang menghubungkan pulau-pulau Sunda besar dengan Daratan Asia melalui Semenanjung Malaka. Melewati titian itu datanglah binatang-binatang menyusui yang besar dan mendiami kepulauan kita sekarang ini. Perhubungan itu terjadi berulang-ulang , tetapi terputus sesekali jika air laut naik. Pada zaman es luas tanah wilayah kita lebih besar daripada sekarang ini. Saat itu laut Jawa menjadi tanah Pula. Diamana dilalui sungai yang sangat besar sekali, lebih besar daripada sungai Misisipi. Bengawan ini juga yang membawa air dari kali-kali di Kalimantan Barat dan Bagian timur Sumatra dan ahirnya bermuara di Laut Tiongkok Selatan.
Semua binatang menyusui dan manusia-manusia tertua sudah lama sekali musnah. Tetapi mereka digantikan oleh manusia-manusia dan biatang lainnya. Orang-orang kemudian hampir secara bersamaan waktu datang mendiami Indonesia semua termasuk jenis Homo Sapiens (jenis yang meliputi seluruh umat manusia yang hidup sekarang).Yang masuk kekepulauan ini dengan melalui Malaka dan Filipina adalah suku-suku bangsa AUSTRALO-MELANOSOIDE, WEDDA, dan NEGRITO. Manusia-manusia ini tingkat peradabanya masih sangat sederhana diamana mereka sebagai pemburu dan mengumpulkan makanan, dan masing-masing diantara mereka ialah memepunyai kebudayaannya masing-masing yang berbeda-beda. Pada suatu waktu kira-kira pada enam ratus ribu tahun yang lalu, sudah ada kecondongan kearah tinggal menetap untuk waktu yang lama, seperti di tepi-tepi pantai yang kaya akan kerang-kerang, dan menjamin adanya makanan, terutama untuk waktu yang lama. Mereka hidup setengah mengembara. Mereka tinggal secara berkelompok antara 40 hingga 100 orang. Pembagian kerja sudah ada terutama didasarkan atas jenis kelamin.
Bentuk kebudayaan yang pertama ialah saat dari batu kali yang dikerjakan sebelah sisi saja secara kasar dan biasanya berbentuk lonjong. Dengan alat-alat tersebut dipancunglah kerang-kerang itu dari batu karangnya. Setelah dimakan isinya, kulit kerang tersebut dilempar begitusaja, sehingga tertimbun hingga bermeter-meter tingginya. Dalam timbunan kerang tersebut kelak ditanam pula mayat-mayat penduduk disana. Mayat-mayat itu telah dirawat baik-baik, kadang dikubur dengan dilipat lututnya, ada kalanya yang mati diberi bawaan di kuburannya berupa kulit-kulit kerang yang berlobang, dan ada yang ragkanya ditebari sejenis cat merah. Kecuali dipiggir-pinggir pantai orang pada masa itu juga mendiami gua-gua. Kebudayaan itu datang dari penduduk yang masuk melalui Malaka, Karena bekas-bekasnya yang terutama ditemukan di Sumatra timur laut sampai Tonkin. Pendukung kebudayaan ini adalah orang-orang yang berkepala panjang, bergigi besar dan bercorak AUTRALO-MELANOSOIDE.
Adapun bentuk kebudayaan kedua jauh lebih beragam lagi dan megenal jauh lebih banyak alat-alat. Alat-alat yang berupa seperti pecahan-pecahan hasil dipukulinya batu dengan cara tertenu dan selanjutnya lagi dikerjakan secara teliti menjadi pisau, alat pengeruk, penggores, Ujung lembing, Ujung Panah, Gurdi, Pengait, ada yang dari batu ada pula yang dari tulang. Semuanya berasal dari kebudayaan MIKROLITHIKUM. Kebanyakan didapatkan dari dalam gua-gua di Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan juga disekeliling danau seperti di dataraan tinggi Bandung, Dan dataran Kerinci. Jenis batu yang sering digunakan seringkali sangat indah. Diataranya ialah jenis Chalcedon dan Obsidian. Pendekatan yang menjadi bahan ialah bahan jenis batu yang mudah dibelah namun keras. Alat-alat tersebut sering digunakan sebagai berburu dan menangkap ikan.
Rangka-rangka manusia dari kebudayaan ini tidak kita kenal karena mayat-mayatnya tidak ditanam didalam gua melainkan diatas pohon. Setelah beberapa lama tulang-tulang tersebut dibagikan kepada ahli warisnya sebagai tanda peringatan. Dibawanya tulang belulag ini kemana-mana seringkali bertahun-tahun untuk mengingat orang yang telah mati. Yang di ketemukan kembali dari penggalian hanyalah sebagian kecilnya saja, teruatama tulang-tulang rahang bawah dan bagian atas dari tengkorak. Lebih jaeang diketemukan ialah bagian bawah rangka. Sisa-sisa tersebut selalu menunjukan berasal dari jenis manusia yang kecil dan bergigi kecil pula. Kebudayaan ini telah mengenal TOTENISME CLAN. cat merah banyak digunakan untuk mengulasi muka dan tubuh pada waktu diadakan upacara. Masyarakat juga telah pandai mengukir batu karang baik gambar binatang, bintang, dan cap-cap tangan atas dasar bercat merah. Pada lukisan seekor babi hutan sedang, meloncat yang belum lama diketemukan di Sulawesi Selatan, pada bagian jantungnya sebuah tanda mirip kepada ujung tombak, dengan memberikan tanda itu orang pada masa tersebut berpendapat akan bisa menguasahi binatang-binatang buruan dan mempunyai kepastian akan berhasilnya nanti jika berburu. Jadi WISHFUL PAINTIG. Aneh dari penjelmaan yang tertua dari seni yang bersandar sihir itu bukannya corat-coret anak kecil, melainkan sebaliknya menunjukan kepandaian luar biasa dan perasaan seni yang tinggi. Kebudayaan tersebut masuk nusantara melalui Filipina.
Bentuk kebudayaan yang ketiga tidak begitu jelas, namun peninggalannya nampak pada gua Samping, maka kebudayaan tersebut rupa-rupanya hanya mengenal alat-alat dari tulang dan tanduk. Rangka-rangka manusia di dalam gua itu menunjukan suatu bangsa yang mempunyai sifat-sifat PAPUA-MALANESIA dan WEDDIDE. Pekerjaan mengurus mayat banyak mendapatkan perhatian. Mayat-mayat itu ditanam, ditidurkan miring dan kakinya dilipat dan kadang-kadang tangannya disedekapkan menutupi mukanya, dan ada pula yang diberikan barang bawaan berupa kalung yang dibuat dari kulit-kulit kerang. dan gigi-gigi binatang buas yang dilubangi.
Sampai kini kita belum bicara mengenai manusia Indonesia. Sebab meskipun terasa sangat janggal bangsa Indonesia bukan penduduk asli dari Indonesia, sebagaimana dapat diketahui dari uraian diatas, mereka baru kemudian sekali baru datang ke kepulauan nusantara dari negeri asal mereka tinggalkan paling lama 4000 tahun yang lalu. Negeri asal ini sangat mungkin sekali letaknya di daerah YUNAN. Mereka datang kemari dengan menggunakan perahu-perahu bercadik yang tidak diberi layar. Mereka masih menggunakan alat-alat dari batu dan telah bercocok tanam dan berternak.
Mereka megusahakan padi dan Jawut. Mereka memelihara kerbau untuk kendaraan dan korban, juga babi dan ayam. Mereka tinggal dirumah-rumah paggung yang besar dan berbentuk persegi panjang. Selajutnya mereka telah pandai membakar periuk belanga, tetapi belum menggunakan roda landasan. Pakaian mereka dibuat dari kulit kayu. Rumah-rumah dan perkakas mereka seringkali digambari dengan hiasa-hiasan geometris yang indah. Memanglah banyak bekas yang mereka tinggalkan. Para petani sering kali menemukaan saat membajak dan barang itu seringkali dianggap gaib dan beliung-beliung batu berbentuk persegi panjang dan telah diumpam itu dinamakn gigi guntur.
Zaman ini adalah yang paling penting untuk perkembangan kebudayaan selanjutnya di Indonesia, oleh karena menjadi dasar pembentukkan kemasyarakatan pada masa kini. Penyelidikan dengan penggalian masih terlalu sedikit dilakukan. Hanya beberapa saja di Jawa dan Sulawesi. Sebab sebnya ialah bahwa kenyataan demikian bahwa tempat-tempat kediaman itu sukar sekali diusut. Di daerah-daerah yang kaya akan bahan-bahan batu seperti gunuungung sewu terdapat banyak tempat-tempat guwa pembikinan alat-alat batu seperti kapak-kapak dan ujung –ujung panah.
Agaknya setelah kebudayaan ini, Indonesia tidak mengenal zman perunggu yang sesungguhnya. Sebab sangat sergera disusul oleh zaman besi. Maka dari itu lebih baik untuk mengatakan zaman logam tua yang mengenal alat-alat dari perunggu maupun besi. Tetapi hal inin tidak mengurangi kenyatan bahwa pengaruh-pengaruh zman perunggu dari Indo Cina dan Tiongkok selatan sangat mendalam sekali dan sampai kini masih seringkali nyata pada seni hias zaman sekarang. Hasil-hasil tertua dari zaman perunggu itu tak terdapat di negeri ini. Sekonyong-konyong kita melihat benda-bend perunggu uyang indah-indah, kapak sepatu, Ujung Lembing, Nekara, dan juga monumen-monumen Megalitikum pun Pahatan-pahatan indah dari kayu dan batu. Kita dapat membwdakan dengan nyata dua corak dalam ornamental. Keduanya berlainan asalnya.
Sebagaimana dapat nyata dengan jelas maka di Indonesia Kebudayaan itu dapat berkembang degan sesubur-suburnya ditempt-tempat yang mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan hubungan kebudayaan. Sebaliknya didaerah-daerah yang terpencil atau di pulau-pulau yang terpisah dan sukar dicapai kebudayaan tersebut membeku. Untuk melepaskan suku-suku bangsa ini dari kedudukannya yang terpencil adalah suatu masalah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia.
Seorang prehistoranicus hidupnya penuh pengalaman yang bergilir berganti. Sering ia harus berpergian jauh. Sewbagian Waktunya ia gunakan untuk penggalian-penggalian, seringkali harus jauh dari keenakan hidup. Waktu selebihnya ialah ada di kmar belajar. Seorang prehistoricus harus memiliki keberanian dan fantasi untuk dapat menyusun hypothese-hypothesenya. Akan tetapi jika ia mulai mengadakan penggalian maka betapa menyenangkan juga, pekerjaan itu harus dilakukan dengan exact sekali denga menggunakan alat pengukur yang tepat. Ia juga harus memiliki rasa tanggungjawab dan harus selalu berusaha untuk meemperbaiki dan menyempurnakan cara-caranya bekerja. Ia harus menginsafi, bahwa jika suatu penggalian tidak dilakukan menurut aturan yang tepat , maka tempat penemuan itu bagi ilmu pengetahuan hilang lenyap untuk selamanya. Tidak hanya semua barang temuan yang harus dicatat akan letaknya dengan teliti tetapi pun keadan-keadaan di sekelilingnya harus diperhatikan . Warna lain di dalam tanah, bekas-bekas abu, semuanya kelak akan dapat ternyata penting. Selanjutnya peta-peta penggalian dan foto-foto dari pekerjaan yang dilakukan harus sedemikian rupa , sehingga kelak jika dikehendaki sedala-galanya dapat direkonstruksi. Dengan demikian 50 tahun yang kemudian misalnya prehistoricus itu dapat menyelidiki dan memepelajari soal itu lagi sebab ilmu pengetahuan itu tidak berhenti saja. Apa yang hari ini belum diketahui barang kali kelak akan menjadi hal yang seterang-terangnya. Setelah penggalian itu selesai,. Maka mulailah pekerjaan di dalam kamar belajar, dan semua barang-barang temuan yang telah diberi nomor, dipilah-pilah dan dipelajari. Sekarang Prehistoricus itu bertindak sebagai seorang redaktur. Prehistori itu meliputi ilmu-ilmu pengetahuan demikian banyaknya sehingga pertolongan dari ahli-ahli khusus tak mungkin diabaikan untuk menjamin hasil sebaik-baiknya. Untuk itu bekas-beks binatang yang telah membatu dikirimkan padaahli Paleoantologi, untuk dipelajari lebih lanjut, sisa-sisa neo fauna kepadaahli zoology, sisa-sisa manusia diserahkan pada ahli antropololgi, dan contoh-contoh tanah diserahkan pad ahli tanah. Jika padatulang-tulang yang telah membatu terdapat karat-karat maka hal ini harus diselidiki di labolatorium, secara mineralogy.
Jika dengan demikin segala bahan telah terkumpul, haruslah dibuat satu laporan dari bahan-bahan yang terkumpul itu. Barangkali prehistoricus itu menarik kesimpulan-kesimpulan yag tertentu dan dapat sampai kepada penentuan umur yang nisbah atau yang mutlak.
Penyelidikan tanah di negeri ini masih sangt muda disi masih terbuka lapangan yang luas sekali dengan kemungkinan-kemungkinan yng menggetarkan jiwa. Di India sudah ada berbagai ahli prehistori yang berpendidikan baik sekali. Bilamanakah calon Prehistoricus bangsa Indonesia yang pertama mencatatkan dirinya, untuk dapat melanjutkan pekerjaan kami di kemudian hari.
H.R. Van Heekeren
Langganan:
Postingan (Atom)